Mohon tunggu...
Good Words
Good Words Mohon Tunggu... Penulis - Put Right Man on the Right Place

Pemerhati Bangsa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Jangan Biarkan Jutaan Pribumi Terancam Pelanggaran HAM Saat Pandemi

16 Juni 2020   15:00 Diperbarui: 16 Juni 2020   16:50 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hal yang sama berkemungkinan terulang kembali apabila terjadi kerusuhan selama pandemi di wilayah terisolir dan pemerintah tidak menggunakan cara-cara yang lebih persuasif dan diplomatis. Tidak ada pilihan lain, pemerintah harus lebih bijak agar tidak mengarah pada pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat atau pribumi.

Sejarah mencatat penduduk pribumi merupakan kelompok paling rentan jika terjadi pandemi ataupun epidemi, terlebih pandemi penyakit menular seperti Covid-19. Bahkan ketika harus menjalankan protokol kesehatan pun mereka akan menghadapi kendala bahasa dalam memahami setiap istilah-istilah yang diperkenalkan oleh WHO dan pemerintah seperti social distancing, new normal, dan Covid-19.

Hal tersebut semakin diperburuh oleh fakta bahwa lemahnya kekebalan tubuh yang terbentuk di komunitas pribumi dan kurangnya akses ke infrastruktur hingga layanan publik dasar termasuk vaksinasi. Untuk itu tidak dapat dibenarkan jika pemerintah dan masyarakat sekitar abai dalam melindungi eksistensi komunitas pribumi.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memperkirakan bahwa Indonesia merupakan rumah bagi 50-70 juta penduduk pribumi dan terdiri dari 1.128 kelompok etnik yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Dan sebelum pandemi menyebar di tanah air, kekerasan dan kriminalitas sudah terjadi  terhadap mayoritas masyarakat adat dan pribumi.

Berdasarkan laporan International Work Group for Indigenous Affairs (IWGIA) tahun 2020, meskipun Indonesia telah mengadopsi Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat, faktanya pemerintah tidak sepenuhnya menerima konsep pribumi dan telah beberapa kali berdebat soal istilah pribumi.

Hal inilah yang menjadi faktor ketidakjelasan kedudukan masyarakat adat dan pribumi dan pada akhirnya belum ada upaya yang signifikan dari pemerintah untuk menghentikan tindakan kekerasan terhadap pribumi terlebih saat terjadi pandemi saat ini. 

Masyarakat adat atau pribumi dianggap sebagai warga negara biasa, sehingga perlakuan dan perlindungan terhadap eksistensi mereka tidak begitu istimewa padahal kita semua mengetahui bahwa masyarakat pribumi lah yang paling rentan dalam kondisi terburuk.

Oleh karenanya, ancaman kepunahan pribumi saat pandemi di seluruh belahan dunia memang di depan mata. Seperti yang terjadi di Brasil, per tanggal 3 Juni 2020, kematian pribumi tercatat 167 kasus naik dari 28 kasus diakhir April lalu. Kasus positif Corona tercatat sebanyak 1.747 kasus yang tersebar di 76 komunitas suku amazon.

Faktanya, saat pribumi sakit pemerintah setempat tidak langsung bertindak cepat dalam melakukan tes untuk konfirmasi Covid-19. Respon yang lambat dalam melindungi pribumi bisa terjadi di seluruh dunia termasuk Indonesia, sehingga perlu kebijakan-kebijakan yang terarah dalam melindungi mereka.

Pertama, ketidakjelasan kedudukan pribumi membuat mereka tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari pemerintah. Karena itu, keberadaan aparat militer dan kepolisian tidak boleh bertindak semena-mena pada masyarakat pedalaman dan pribumi.

Tidak adanya kamera wartawan dan akses internet seharusnya tidak menjadi faktor untuk berbuat tidak adil kepada mereka. Kedua, penyediaan infrastruktur kesehatan harus terpenuhi bagi 50 juta penduduk pribumi kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun