Mohon tunggu...
Good Words
Good Words Mohon Tunggu... Penulis - Put Right Man on the Right Place

Pemerhati Bangsa

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Inikah Saatnya Wikileaks Kembali Mengungkap Rahasia Besar Pandemi?

2 Juni 2020   06:45 Diperbarui: 2 Juni 2020   06:41 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ironisnya, era yang kita sebut-sebut sebagai era tanpa batas informasi yang dapat diakses oleh semua kalangan, tetap saja pandemi Covid-19 masih menjadi "buah berduri tebal" yang tidak mudah dikupas dan siapapun yang berani mengupasnya setidaknya akan terluka terkena durinya. Dengan akses informasi yang begitu luas, seharusnya semua persekongkolan jahat yang akan merugikan manusia dapat dicegah dengan transparansi data dan fakta. 

Sepertinya ungkapan google "Don't be evil", sudah tak lagi mewakili sikap google yang tak lagi dipandang netral. Artinya di zaman keterbukaan penuh, masyarakat hanya mendapatkan fasilitas informasi tanpa batas, tetapi belum menemukan fakta dan kebenaran sejati. Di saat informasi terbuka lebar, kebenaran seharusnya menjadi senjata pemusnah konspirasi massal atau kebodohan massal atau kejahatan sistematis yang bisa menjerumuskan manusia ke berbagai bahaya dan ancaman.

Dunia masih sibuk dengan teori konspirasi Covid-19 yang kunjung terang benderang. Kita harus jujur, tak ada satupun pihak yang mau dan bisa menjelaskannya dengan gamblang tentang apa, siapa, dimana, kapan, bagaimana, dan mengapa pandemi terjadi. Jika korbannya adalah masyarakat dunia, maka di saat yang sama kebenaran fakta atas Covid-19 menjadi mutlak diketahui seluruh masyarakat dunia. Namun, siapa yang dapat menjawab semuanya? Wikileaks? Mungkin saja, tapi sayang sekali Julian Assange masih menjalankan serangkaian proses hukum yang dituduhkan padanya.

Julian Assange, pria yang berasal dari Australia, tahun 2007 mulai memposting sejumlah dokumen rahasia yang begitu menggemparkan dunia melalui saluran web wikilieaks. Tiga tahun awal munculnya wikileaks, Julian Assange bertanggung jawab atas terkuaknya beberapa peristiwa besar yang telah ditutup rapat selama ini. 

Dan sebagian dari kita telah membacanya, mulai cuplikan tentang serangan udara mematikan di Baghdad; serangan pesawat tanpa awak di Yaman; penganiyaan Gunatanamo; laporan memalukan bahwa Amerika Serikat diduga memata-matai diplomat luar negeri dan masih banyak lagi rahasia yang akan ia bongkar kala itu. Bahkan dalam buku Big Farm Makes Big Flu menyebutkan Wikileaks pernah membocorkan dokumen tentang bioweapon yang mematikan. 

Saat itu, Wikileaks hanya memiliki lima staf full-time dan didukung 800 relawan paruh waktu dan bekerja secara gratis. Meskipun Assange menolak memberitahukan sumber utama informasi mereka, namun di tahun 2013 seorang tentara Amerika Serikat Bradley Manning (sekarang dikenal Chelsea Manning) divonis 35 tahun penjara karena melanggar UU Spionase dan pelanggaran lainnya.

Jika memang benar Wikileaks melakukan kejahatan spionase, lalu bagaimana posisi beberapa surat kabar besar di Amerika dan negara lainnya yang pernah menayangkan kutipan-kutipandari dokumen pertahanan yang bocor yang dikenal sebagai dokumen Pentagon yang berhasil menyingkap rahasia besar perang vietnam.

Disaat yang sama, surat-surat kabar tersebut masih dipuja-puja, sementara wikileaks dicari-cari kesalahannya. Bukannya wikileaks melakukan fungsi jurnalistik yang sama seperti surat kabar lainnya? Andai Wikileaks masih bertaring dan bertaji saat ini, bisa jadi semua bobrok dan rahasia yang ditutupi soal pandemi bisa dibuktikan. Walaupun dianggap bersalah, Scott Christianson menempatkan wikileaks sebagai salah satu 100 dokumen yang berhasil merubah dunia bersanding dengan Magna Charta dan dokumen lainnya.

Sampai saat ini, kemunculan Wikileaks dipandang dengan dua paradigma yang berbeda. Paradigma tersebut secara umum mewakili pemerintah dan rakyat. Pemerintah ingin semua rahasia negara tidak bocor, sementara rakyat menginginkan keterbukaan dan kelimpahan informasi. Beberapa pemerintah mengganggap keberadaan wikileaks sebagai transparansi radikal yang nyatanya justru berfungsi sebagai platform pengungkap kejahatan dengan pencapian yang mengesankan.

Wikileaks berhasil meruntuhkan monopoli informasi yang sebelumnya disimpan oleh perusahaan-perusahaan besar dan berhasil mendistribusikan berita secara masif kepada masyarakat. Jika episentrum virus berasal dari Wuhan, seharusnya pemerintah Wuhan dan China lah yang pertama kali harus memberi keterangan yang rinci dan tidak sepenuhnya diserahkan kepada WHO. Dan apabila laporan sudah dimasuk ke meja WHO, dan telah terjadi penularan human to human secara masif, maka dunia harus bersiap dengan penetapan pandemi sepihak oleh WHO.

Sepertinya kita kembali membutuhkan fungsi jurnalistik seperti apa yang dilakukan oleh wikileaks. Wikileaks tak harus kembali secara fisik, namun semangat untuk menegakkan transparansi harus tetap berjalan. Mungkin ini kerinduan pribadi akan hadirnya Wikileaks dan media-media sejenis, sama halnya ketika merindukan sosok Siti Fadila Supari. Kebenaran itu seperti air, walaupun ditutupi ia akan sendirinya mencari jalurnya dan dan akan terus mengalir hingga ke muaranya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun