Saya tak kehabisan cara. Momen yang ditunggu itu pun datang juga. Seorang anak ke luar rumah dan bermain-main di jalan raya. Saya lekas ke kios terdekat untuk membeli gula-gula. Saya panggil anak itu dan memberinya 5 buah permen.
Saya mengajak anak itu duduk di teras rumah, sembari mengutarakan 'curhat kehilangan' kepada bocah yang berusia 5 tahun itu.
"Ade, kemarin saya ada hilang dompet. Rupanya dompet itu jatuh di jalan dekat kios" sambil menunjuk ke arah kios depan rumah.
Saya lanjutkan, "Kalau ade dapat dompetnya, ambil saja uangnya dan kembalikan dompet itu bersama surat-surat serta kartu di dalamnya. Saya akan kasi bonus kalau dompetnya ditemukan pagi ini".
Anak itu hanya menjawab "Iya kaka" sepanjang saya omong. Raut mukanya tampak merah. Nada suaranya seperti menyembunyikan sesuatu. Ia juga tak berani menatap mata saya.
Anak itu kemudian pulang. Namun, ia tak sadar kalau saya tetap membuntutinya dari belakang. Kebetulan rumahnya di posisi yang lebih rendah dari rumah kami. Jadi sangat gampang dipantau.
Tiba di halaman rumah, ia memanggil 4 orang kakanya. Setelah berdiskusi, 2 kakanya masuk ke arah semak-semak di belakang rumah, sambil melihat-lihat ke dalam rumah mereka. Saya menduga anak-anak itu sedang memantau orang tua mereka.
Tak lama berselang, keduanya keluar dari semak. Seorang kakaknya yang perempuan menyembunyikan tangan di dalam baju. Setelah menengok kiri-kanan, mereka pun mengeluarkan dompet saya.
Tak hanya itu, dompet itu disobek-sobek, entah apa maksudnya. Saya sempat naik pitam dan hendak memergoki mereka, namun rasa penasaran tentang akhir dari drama anak-anak itu, meredam niat saya.
Setelah itu, keempat kakaknya memanggil si bocah tadi. Mereka duduk melingkar dan kakak-kakaknya memberi ia ceramah.
Saya mengerti gelagat tersebut. Ceramah itu adalah petuah bagi sang adik untuk mengibuli saya. Saya pun segera bergegas balik ke rumah dan menunggu tamu terhormat. Tak lupa saya membeli minuman dan kue untuk menjamu kedatangan anak manusia itu.