Greysia Polii dan Apriyani Rahayu menjadi pasangan ganda putri bulu tangkis pertama Indonesia yang bisa meraih medali emas di Olimpiade Tokyo 2020.Â
Olimpiade Tokyo 2020 menjadi ajang yang tak akan terlupakan oleh keduanya, begitu juga oleh rakyat Indonesia.
Medali emas itu adalah hasil yang pantas diterima setelah semua kerja keras, patah hati, tragedi, yang mewarnai kehidupan Greysia dan Apriyani sebelum mereka dipasangkan.Â
Medali emas itu juga adalah buah kesabaran, tekad, pengorbanan, keringat, niat, kemauan, dukungan dari kedua orangtua serta orang-orang terkasih.
Menurut saya, tidak semua orang bisa seperti Greysia, Apriyani, Eko Yuli Irawan, Windy Cantika Aisah, Anthony Ginting, serta sederet atlet Indonesia lain yang pernah meraih medali di Olimpiade atau ajang lainnya.
Menjadi seorang atlet bukan urusan gampang. Saya tidak pernah bermimpi untuk menjadi atlet. Yang saya tahu, kebanyakan atlet sudah berlatih sejak mereka masih balita. Apa yang saya lakukan ketika masih balita? Bermain, jingkrak-jingkrak. Bukan berlatih untuk mendalami salah satu olahraga.
Seandainya saja menjadi atlet, saya tidak akan menjadi pebalap sepeda atau perenang. Mengapa? Karena, saya tidak bisa mengayuh sepeda dan tidak bisa berenang. Mungkin saya akan menjadi atlet bola voli, soalnya menurut saya, saya punya mean serve alias servis maut. Itu menurut saya, lho. Entahlah menurut orang lain.
Saya bersyukur memiliki orangtua yang tidak pernah memaksakan kehendak. Mereka tidak pernah meminta saya menjadi sesuatu atau melakukan sesuatu. Mereka membiarkan saja saya melakukan apa yang saya sukai, selama masih masuk akal.
Hanya saja, orangtua saya itu bukan tipe yang mau anaknya berprofesi sebagai atlet. Mungkin mereka sadar saya tidak memiliki genetika yang cocok untuk itu. Tapi, mereka tetap mengikuti apa yang sedang saya sukai.
Pertama, saya pernah tergila-gila bermain sepatu roda sewaktu SD. Saya latihan untuk bisa berdiri dengan roda-roda di kaki selama satu malam.Â