Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Berteman dengan Malaria

15 Juli 2021   22:25 Diperbarui: 15 Juli 2021   22:35 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adakah Kompasianer yang pernah mengalami sakit malaria? Kalau ada, maka kita senasib. Saya tidak tahu apakah parasit Plasmodium, penyebab malaria, masih bermukim di liver saya atau tidak, saya harap tidak, tapi saya tidak mau ceroboh.

Saya terjangkit malaria pertama kali ketika mengikuti almarhum bapak yang ditugaskan di Jayapura, pada awal 1980-an. Ketika itu, Papua masih bernama Irian Jaya. Ketika pindah, saya berada di kelas 1 SMP. Selama empat tahun, kami tinggal di sebuah rumah di kawasan yang bernama Dok V Atas.

Sekira enam bulan sebelum berangkat ke Jayapura, kami semua diharuskan menenggak obat antimalaria. Saya sebut mereknya tak apa ya. Merek obat itu Resochin. Lumayan terkenal obatnya. Saya tidak ingat dosisnya bagaimana, apakah satu kali per hari, atau dua kali, saya tak ingat. Yang saya ingat, obat itu rasanya pahitnya bukan main. Bapak saya bilang itu karena kandungan kina yang ada di dalamnya.

Tapi, obat itu rupanya tidak membuat kami kebal malaria. Maaf, Resochin. Malaria disebabkan oleh parasite bergenus Plasmodium yang dibawa oleh nyamuk Anopheles.

Saya bayangkan seperti apa Jayapura sebelum tiba di sana. Pastinya penuh dengan hutan. Bakal sering ketemu sama yang namanya singa atau harimau serta hewan-hewan lain yang biasa menjadi anggota komunitas hutan.

Saat tiba di sana, semua bayangan saya itu musnah. Ternyata, Jayapura sama sekali tidak ada hutannya. Adanya perumahan. Yang unik adalah kota itu berbukit-bukit, yang membuat jalanan jadi naik dan turun. Bahkan jalan di depan rumah kami punya kemiringan nyaris 45 derajat. Kami tinggal di atas bukit.

Nah, yang namanya nyamuk Anopheles tadi tidak peduli apakah kami tinggal di hutan atau di perkotaan, apakah tinggal di rumah honai atau batako. Anopheles agaknya punya misi khusus untuk menyebarkan Plasmodium sebanyak-banyaknya. Hanya Anopheles betina yang membawa dan menyebarkan Plasmodium melalui gigitannya. Anopheles jantan tidak menggigit.

Tidak perlu waktu lama untuk saya terjangkit malaria. Pada awalnya saya sama sekali tidak tahu bahwa itulah yang namanya sakit malaria. Sakitnya tak tertahankan. Seluruh persendian, bahkan tulang sendi di jari-jari, sangat linu. Pegal tak terkira.

Belum lagi mulut yang tiba-tiba terasa sangat pahit. Pahit sepahit-pahitnya. Sampai-sampai saya tidak doyan makan. Semua makanan jadi terasa pahit. Lalu yang tak tertahankan juga adalah demam yang demikian hebatnya. Sampai menggigil. Apalagi pada malam hari. Bukan main deh rasanya.

Saya tidak suka muntah. Sama sekali tidak suka. Untuk saya, muntah itu haram hukumnya, karena memang tidak enak. Tapi, sebagai penderita malaria, rupanya mual dan muntah adalah teman setia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun