Mohon tunggu...
Irsyam Faiz Faiz
Irsyam Faiz Faiz Mohon Tunggu... -

Ingin menulis apa saja, sehari-hari ngirim berita ke solopos

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Begini Cara Fotografer Solo Bantu Korban Asap...

28 Oktober 2015   16:33 Diperbarui: 28 Oktober 2015   16:33 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Karya foto tiga pemotret Solo, dipajang di area bebas kendaraan atau car free day, Jl. Slamet Riyadi, Surakarta, Ahad (18/10). Karya foto itu dijual seharga Rp 5.000 hingga Rp 10.000 per lembar, dan hasilnya didonasikan untuk korban kabut asap di Sumatra, Riau dan Kalimantan."][/caption]

 

Seorang lelaki berkulit hitam berdiri tegap dengan wajah yang mengekspresikan rasa sakit. Hidungnya yang dijepit oleh penjepit dari kayu membuat dia kesulitan bernafas. Di belakangnya, sebuah gambaran sisa kebakaran, puing-puing kayu, dan asap tebal menyelimuti membuat lelaki itu kian menderita. Rupanya, kondisi itulah yang memaksa lelaki yang hanya mengenakan kaus singlet itu menutup hidungnya dengan penjepit dan merasakan kesakitan.

Suasana itu tertuang dalam foto karya Yudi Sastroredjo, fotografer Solo, yang dipajang di area bebas kendaraan atau car free day (CFD) di Jl. Slamet Riyadi, Surakarta, Ahad, 18 Oktober. Foto yang digantung di pagar halte bus Ngapeman, Surakarta, itu dibuat dengan teknik kolase. “Foto ini saya ambil Rabu, 14 Oktober lalu. Objek foto berdiri di depan layar bergambar sisa kebakaran hutan. Dengan foto ini saya ingin menyampaikan agar masyarakat merasakan apa yang mereka (korban asap) rasakan,” kata Yudi.  

Semua objek foto yang dipajang bukanlah korban asap maupun suasana kebakaran hutan yang terjadi di Riau, Sumatra, dan Kalimantan. Namun, menurut Yudi, setidaknya foto-foto itu mewakili penderitaan para korban asap di sana. “Mungkin sulit membayangkan bagaimana rasanya menjadi korban asap,” ucap dia.

Tak hanya itu, foto-foto lain yang menggambarkan penderitaan seseorang berada di tengah asap adalah foto karya Maulana Surya. Fotografer kantor berita Antara itu memajang beberapa foto, salah satunya tentang penambang sulfur belerang di Kawah Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur. Dalam foto yang diambil pada Oktober 2014 itu, tergambar jelas seseorang penambang berusaha keluar dari kepulan asap belerang. “Objek foto ini memang bukan di korban kebakaran hutan. Tapi lihat saja, betapa sakitnya dia terpapar asap. Bayangkan kalau kita yang menjadi objek dalam foto itu,” ucap Maul, sapaan akrab Maulana Surya.

Ada juga karya foto Maul lainnya yakni foto dampak letusan Gunung Kelud Jawa Timur pada Februari 2014 lalu. Dalam foto itu digambarkan seorang warga melintas di halaman Keraton Kasunanan Surakarta yang penuh dengan abu vulkanik. Menaiki sepeda ontel, warga tersebut mengenakan mantel jas hujan untuk melindungi diri dari hujan abu.

Sedikitnya ada 15 karya foto yang ditampilkan dalam aksi itu. Secara umum, semua karya foto itu bertema “Rasakan Rasanya!”, yakni representasi penderitaan korban peritiwa kebakaran. Foto-foto itu dicetak sebanyak 400 lembar dengan ukuran 5 R dan 4R.  Untuk ukuran 4 R dijual seharga Rp 5.000 per lembar, sedangkan 5 R dijual Rp 10.000 per lembar. “Ini memang  komitmen kami untuk menyosialisasikan praktik fotografer yang pro lingkungan dan peduli sesama,” kata dia.

Rencananya, hasil penjualan foto-foto itu akan disalurkan ke korban asap di Sumatra, Riau, dan Kalimantan melalui PMI Kota Surakarta untuk membeli masker N95 atau oksigen portable. Tidak ada target berapa uang yang akan dikumpulkan. Namun, bagi mereka, pesan melalui karya foto mereka bisa tersampaikan kepada warga Solo dan sekitarnya. “Ini hanya gerakan awal. Selanjutnya kami berharap warga lain bisa ikut tergerak membantu saudara kita yang sedang menderita karena kabut asap,” ucapnya.

Aksi mereka mendapat sambutan positif dari para pengunjung CFD. Sejumlah uang pecahan Rp 5.000 hingga Rp 50.000 terkumpul di toples besar. Salah satu pengunjung, Wijayanti Putri, mengapresiasi aksi yang dilakukan para pemotret Kota Bengawan itu. “Sayangnya ukurannya terlalu kecil ya, jadi kalau dipajang di rumah enggak bisa. Tapi ini sudah bagus,” ujar dia.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun