Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Ayo Cerdas Memilih dan Mengkonsumsi Obat Flu!

4 Oktober 2021   08:00 Diperbarui: 8 Maret 2022   12:58 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Andrea Piacquadio from Pexels

Mengalami demam, flu, dan / atau batuk di tengah masa pandemi memang bikin serba salah. Masalahnya gejalanya hampir sama, tapi risikonya membuat orang paranoid. Jika tidak melakukan tes Antibodi / Antigen / PCR, agak sulit memastikan apakah kita terinfeksi Covid-19 atau tidak. 

Pokoknya kalau sudah mengalami 3 gejala di atas, bawaannya langsung cemas. Takut di karantina. Tidak heran pada masa-masa itu masih banyak orang yang menyangkal dan tidak mau mengaku ketika mengalami gejala-gejala Covid-19. Penderita Covid-19 masih memperoleh stigma dari masyarakat.

Jadi ingat waktu di masa-masa awal pandemi, hidung saya sempat meler di kereta karena baru saja makan makanan pedas. Karena tidak ada tisu, terpaksa saya menahan ingus dari balik masker. 

Setelah beberapa menit, saya baru menyadari beberapa orang di sekeliling saya pelan-pelan menjauhi saya sambil sesekali melemparkan pandangan curiga terhadap saya. Mungkin mereka mengira saya salah satu dari pasien Covid-19 yang bandel dan menyangkal kondisi kesehatan sendiri.

Selesma (Common Cold) vs Flu vs Covid -19

Kalau ditanya bagaimana caranya kita membedakan apakah kita terserang pilek (selesma), flu, atau bahkan Covid-19, jujur saya sendiri masih suka bingung kalau hanya sekadar melihat gejala yang tampak. Soalnya gejala pilek, flu, dan Covid-19 serupa tapi sebenarnya tidak sama.

Dikutip dari cdc.gov, secara umum flu dan pilek sama-sama merupakan penyakit yang menyerang saluran pernafasan tapi disebabkan oleh jenis virus yang berbeda. Jika flu disebabkan oleh virus Influenza (Influenza A dan Influenza B), maka selesma biasanya disebabkan oleh vrius jenis Rhinovirus.

Cara penularan kedua penyakit ini sama yakni melalui udara atau percikan ludah saat penderita berbicara atau bersin. Namun demikian, gejala yang dialami penderita flu biasanya lebih berat dibandingkan pilek. Penderita pilek biasanya jarang mengalami demam dan akan segera pulih setelah minum obat dan beristirahat dalam waktu 1 sampai 3 hari.

Perbedaan Flu dan Pilek (Sumber: cdc.gov)
Perbedaan Flu dan Pilek (Sumber: cdc.gov)

Sementara penderita flu biasanya mengalami demam hingga beberapa hari, merasa lemah, menggigil, nafsu makan menurun, bersin, dan sakit kepala. Beberapa penderita flu bahkan bisa saja mengalami komplikasi seperti pneumonia (radang paru).

Setidaknya untuk saat ini Covid-19 juga memiliki gejala yang mirip-mirip dengan flu dan selesma. Demam, sakit tenggorokan, batuk, kelelahan, sakit kepala, hilangnya indera pembau dan pengecap, kesulitan bernafas. Dan untuk memastikannya dapat dilakukan tes Antigen dan/atau PCR agar penderita segera memperoleh penanganan yang tepat.

Cerdas Memilih dan Mengkonsumsi Obat Flu

Perlu diingat bahwa ketiga penyakit ini disebabkan oleh virus, oleh sebab itu terapi obat yang digunakan seharusnya adalah antivirus, dan bukan antibiotik. 

Mengapa saya singgung antibiotik di sini? Karena nyatanya masih ada sebagian masyarakat yang menganggap flu dapat diobati dengan antibiotik. 

Antibiotik bisa diberikan jika memang ada indikasi infeksi bakteri sebagai penyakit penyerta. Penggunaan antibiotik secara sembarangan dapat berpotensi menimbulkan resistensi antibiotik. 

Resistensi antibiotik hanya akan berujung pada kerugian bagi pasien seperti pengobatan yang lebih lama dan sulit karena membutuhkan antibiotik jenis lain yang lebih kuat dan cost yang lebih besar. Dan sama halnya dengan antibiotik, penggunaan antivirus juga harus sesuai diagnosa supaya terapinya tepat.

Baca juga: Jangan Anggap Remeh Resistensi Antibiotik!

Sebetulnya penyakit flu dapat sembuh dengan sendirinya tanpa menggunakan obat, yakni dengan meningkatkan imunitas (daya tahan tubuh) melalui istirahat yang cukup, asupan gizi seimbang, konsumsi buah dan vitamin, serta banyak minum air putih.

Tapi seringnya aktivitas rutin kita jadi terganggu akibat gejala-gejala flu ini. Jadi jika cara di atas tidak berhasil, kita dapat melakukan terapi obat dengan berswamedikasi.

Baca juga: Mengenal Penggolongan Obat Itu Penting Lho!

Obat-obat yang dapat digunakan untuk meredakan gejala flu biasanya dapat dibeli secara bebas. Tapi yang perlu diingat adalah biasanya obat-obat flu merupakan kombinasi dari beberapa zat aktif. 

Oleh sebab itu kita harus memperhatikan komposisinya supaya jangan sampai kita mengkonsumsi beberapa obat dengan kandungan yang sama. Jadi, meskipun pengobatannya dilakukan secara swamedikasi, terapinya tetap tepat, rasional dan tidak berlebihan.

Berikut beberapa golongan obat yang bisa kita gunakan untuk meredakan gejala flu:

1. Analgesik & Antipiretik

Obat ini digunakan untuk menurunkan demam (antipiretik) dan meredakan nyeri (analgesik) seperti sakit kepala dan nyeri otot. Contohnya adalah Paracetamol, Ibuprofen, Acetosal.

2. Dekongestan

Obat ini bertujuan untuk mengurangi hidung tersumbat yang bekerja dengan cara menyempitkan pembuluh darah di hidung sehingga melegakan hidung tersumbat akibat pembengkakan mukosa. Contohnya adalah Phenylpropanolamine (PPA), Phenylephrine, Pseudoephedrine, dan Ephedrine.

3. Antihistamin

Golongan obat ini digunakan untuk mengobati batuk atau pilek yang disebabkan alergi. Contohnya Chlorpheniramine Maleate/CTM, Prometazin, Tripolidine, Diphenhydramine. 

Perlu diingat, obat-obat flu mengandung antihistamin ini dapat menyebabkan kantuk. Oleh sebab itu jangan menjalankan mesin atau mengendarai kendaraan bermotor setelah mengkonsumsi obat flu.

4. Antitusif

Obat golongan antitusif bekerja dengan menaikkan ambang rangsang batuk dan menekan pusat batuk. Contohnya Noscapine, Dexthromethorphan HBr, Diphenhydramine HCl, Noscapine.

5. Ekspektoran

Obat ini bekerja mengatasi batuk dengan meningkatkan sekresi (pengeluaran) cairan saluran nafas, mengencerkan dan mempermudah pengeluaran dahak. 

Jangan lupa minum air yang banyak untuk membantu mengencerkan dahak saat mengkonsumsi obat ini. Beberapa contoh obat ekspektoran misalnya Bromhexine, Glyceril Guaiacolat, Succus Liquiritae, Ammonium Chloride.

Sebagai informasi, obat-obat flu yang beredar banyak yang merupakan komposisi dari beberapa golongan obat di atas. Contoh, jika sudah mengkonsumsi obat yang mengandung kombinasi Paracetamol-Phenylpropanolamine HCl-CTM, sebaiknya jangan lagi minum Paracetamol tunggal.

Jika demam masih berlanjut selama lebih dari 3 hari setelah pengobatan, sakit tenggorokan bertambah parah, batuk tidak membaik setelah 1 hingga 2 minggu, dan nyeri otot tidak kunjung hilang, sebaiknya hentikan swamedikasi dan berkonsultasi ke dokter.

Stay healthy, stay happy!

Referensi:

PIONAS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun