Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Dari Dexamethasone hingga Molnupiravir, Perjalanan Panjang Mencari Obat Covid-19

20 November 2021   15:43 Diperbarui: 8 Maret 2022   12:59 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Merck & Co via Kompas.com

Tak terasa sudah mendekati 2 tahun pandemi Covid-19 melanda Indonesia sejak kasus pertama diumumkan pada awal Maret 2020 lalu. Meski saat ini kasusnya sudah menurun, namun nampaknya belum ada tanda-tanda pandemi akan berakhir. Atau mungkin Covid-19 malah akan menjadi penyakit endemik dimana kita mau tak mau harus terus hidup berdampingan dengannya? Entahlah..

Seperti yang dirangkum dalam laman history.com beberapa pandemi yang pernah melanda dunia dan memakan banyak korban misalnya pandemi Kolera pertama di tahun 1817, pandemi Pes di tahun 1855, dan Flu Spanyol ditahun 1918. Jujur saya tidak menyangka akan ikut menjadi bagian dari sejarah pandemi itu.

Saya ingat betul ketika masa-masa awal pandemi menyerang Indonesia, informasi masih banyak yang simpang siur. Apalagi dengan dukungan teknologi yang semakin canggih, berbagai informasi yang entah betul entah hoax, menyebar sama cepatnya dengan si virus. 

Orang-orang berlomba mencari cara untuk melindungi diri sendiri dari virus SARS-CoV-2 yang mematikan, hingga sempat terjadi fenomena panic buying di beberapa daerah. Masker, hand sanitizer, produk suplemen yang mendukung imunitas tubuh adalah beberapa komoditi yang sempat menghilang di pasaran.

Tak hanya itu, oksigen juga sempat langka ketika gelombang kedua dengan virus yang sudah bermutasi itu kembali menyerang. Seluruh rumah sakit penuh dengan pasien yang sesak nafas. 

Bahkan ada yang rela tidur di lorong rumah sakit atau di tenda yang didirikan di area parkir ruamh sakit dengan fasilitas seadanya, demi bisa dipantau oleh para tenaga kesehatan yang mayoritas juga sudah mengalami kelelahan.

Berpacu dengan waktu, para peneliti berusaha mati-matian menemukan obat dan vaksin untuk mengatasi wabah baru ini supaya tidak semakin banyak korban yang jatuh. Namun penemuan obat baru tidak seperti mencari resep makanan baru yang bisa dilakukan hanya dalam hitungan bulan. Oleh sebab itu selama penantian tersebut, obat-obat yang diberikan sifatnya hanyalah untuk mengobati gejala dan profilaksis (pencegahan).

Apakah pembaca masih ingat dulu sempat beredar informasi bahwa Dexamethasone (antiinflamasi kortikosteroid) mampu mengobati Covid-19? Sejak itu informasi mengenai obat yang diklaim mampu menyembuhkan Covid-19 terus bermunculan, beberapa contoh diantaranya:

1. Dexamethasone

Obat yang dijuluki sebagai ‘Obat Dewa’ ini pernah mendadak terkenal karena diberitakan memiliki khasiat untuk menyembuhkan pasien Covid-19. Obat ‘jadoel’ yang telah digunakan sejak tahun 60an sebagai anti-inflamasi (untuk mengatasi radang) ini sempat dicari-cari orang karena pemberitaan tersebut. Apalagi harganya juga murah. Namun karena termasuk dalam golongan obat keras, saat pembelian seharusnya disertai resep dokter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun