Yaa, itu kan cuman 1 atau 2.
Betul, tapi bukan berarti tak mungkin, toh?
Jadi, jika dulu anak-anak pintar itu ngumpulnya di sekolah A dan B (sementara sekolah C sampe R itu sekolah swasta gurem), maka sekarang mereka tersebar di sekolah A sampai R. Setiap sekolah punya kojo sekarang mah. Pinternya nanti sama. Semua senang, semua bahagia, horeee.
"Tapi kan anak saya udah capek-capek belajar, biar skornya tinggi, mana udah bimbel pulak!"
Saya turut prihatin mendengarnya. Biaya les dan bimbel tentu tak murah. Namun perlu Bapak Ibu ingat, jika motivasi belajar anak hanya untuk mengejar sekolah favorit, err ... ada yang agak keliru di sini.
Jadi, kalo ga kepengen ke sekolah favorit mah, belajarnya biasa aja gitu? Gapapa males-malesan juga?
#DisambitOrangtua
Memang susah untuk mengubah mindset bahwa belajar itu untuk mengerti, untuk mendapat ilmu, bukan untuk mendapat skor tinggi, kemudian diterima di sekolah favorit. Wajar untuk merasa kasihan sama anak, namun sangat wajar juga untuk memberi pengertian pada anak, bahwa ada perubahan sistem, dan perubahan ini bagus karena nantinya akan ada pemerataan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mungkin anakmu hari ini kecewa, Anda pun kecewa. Namun pikirkan 5 tahun atau 10 tahun lagi, ketika semua anak mendapat akses pendidikan yang sama, diajar oleh guru-guru dengan standar serupa, bisa mengikuti ekstrakurikuler yang setara.
"Ah sok tau, yang ngomong pasti ga punya anak!"