Mama Mahmud
oleh : Irman Muhamad Ridwan
Cahaya mentari mulai masuk melalui kaca-kaca jendela dapur sambil mendengarkan cerita di barengi dengan segelas kopi. Nenek menceritakan sejarah tempo dulu siap ku dengarkan kemudian aku menyimak dan mendengarkan dengan baik. Kata demi kata menjadi kalimat. Kalimat pun menjadi cerita denang mimik muka dan tubuhnya yang diragakan.
Hari tak terasa terus berlanjut seperti jam dinding terus berputar. Air disungai terus mengalir dengan derasnya. Selokan masih banyak ikan yang berenang. Burung-burung masih bernyanyi riang. Udara masih sejuk dengan angin semilir disertai pemandangan yang sangat indah. Pohon-pohon masih lebat dengan buah-buahnya,
Menggambarkan jaman tempo dulu dengan alam belum tersentuh dengan kepentingan-kepentingan pribadi, Seperti pembangunan pabrik, gedung dan kantor-kantor . Kehidupan dikampung yang masih asri dengan alam-alam yang mendukungnya.
Nenek Bercerita tentang kehidupan kiyai dengam kehidupan yang sederhana. Nenek ketika masih kecil tinggal bersama sang kiyai tersebut. Sebut saja namanya kiyai Mahmud. Pagi-pagi mengadakan pengajian selelah subuh bersama santrinya.
Padahal nenek aslinya orang bandung. Ketika Pak kiyai berkunjung ke bandung meminta nenek tinggal bersama Pak kiyai tersebut. Pak kiyai masih ada ikatan dengan ayahnya nenek. Sehingga Akhirnya nenek tinggal bersama kiyai tersebut di daerah pondok tisu kecamatan cibadak.
Kegiatan kiyai selain mengajar, dia juga bertani dan berternak. Kalau panen santrinya sibuk menutu padi untuk menjadi beras. Suara menumbuk padi menghasilkan bunyi yang sangat indah. Padi yang di tumbuk adalah padi yang lama sudah disimpan dilumbung. Sementara padi yang baru panen disimpan tempat padi atau di lumbung.
Selain bertani kiyai tersebut juga mempunyai beberapa kolam ikan. Kebutulan ada surau dibawahnya kolam. Hasil panen ikan dikolam kemudian dijual ke pasar. Hasilnya untuk memenuhi kehiupannya.
Walaupun kehidupan yang sederhana Pak kiyai tersebut bisa menghidupi keluarganya dan bisa menunaikan ibadah haji. Orang kampong sering memanggilnya dengan “Mama”.
Mama adalah julukan bagi seorang kiyai yang berpengaruh dan disegani pada jamannnya.