Mohon tunggu...
Irma Muthiah Saleh
Irma Muthiah Saleh Mohon Tunggu... Guru - Guru/Hidaytullah Balikpapan

Berkebun/Agriculture

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Sini Kutemukan Jalanku

7 Juni 2022   17:03 Diperbarui: 13 Juni 2022   14:18 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alima bergegas bangkit dari tempat tidurnya. Dengan sigap diraihnya handuk dan melangkah cepat ke kamar mandi. Ada motivasi kuat yang mendorongnya untuk bergerak cepat tidak seperti biasanya.

Dinginnya cuaca tidak menyurutkan langkahnya untuk segera mandi. Beberapa saat kemudian dia sudah kembali ke kamar dan bergegas untuk menunaikan shalat shubuh. Usai shalat dia khusyu berdoa, menengadah, memohon agar urusannya hari itu berjalan lancar. Ada sedikit gusar akankah dia melewati tes interview hari itu dengan sukses sebagaimana tahapan sebelumnya yang sudah dia lewati tanpa hambatan.

Hari itu adalah hari yang sungguh menegangkan dimana dia harus berjuang menyelesaikan tes lanjutan. Seleksi akhir yang sekaligus merupakan penentu siapakah yang berhak menempati lowongan yang tersedia. Sungguh sebuah persaingan yang sangat ketat mengingat posisi yang tersedia hanya untuk satu orang.

"Alhamdulillah, selesai," gumamnya dengan lega setelah beberapa saat lamanya dia harus berhadapan dengan pewawancara. Seorang wanita paruh baya yang tatapannya sangat dingin dan tajam, mencecarnya dengan pertanyaan - pertanyaan, tanpa seulas senyum ataupun basa basi.

Beberapa lama berselang setelah tes terakhir itu, kegusaran kembali melandanya. Bukan karena harus mengikuti tes lagi tapi kekhawatiran akankah namanya tercantum dalam daftar yang diterima. Semalaman dia gelisah membayangkan esok hari yang sangat dinantinya tapi sekaligus yang ditakutinya.

Dilihatnya satu persatu nama-nama yang tertera pada daftar. Ketika sampai pada pekerjaan yang dilamarnya,  hatinya terasa hampa. Namanya tidak tertera dalam daftar tersebut. Nama yang muncul adalah saingan terberatnya selama beberapa rangkaian tes.

Setahun berlalu sejak hari itu, dan proses yang sama dia ulang kembali. Namun harapannya kembali pupus. Dia gugur di sesi akhir dari tes tersebut.

Beruntung karena kegagalan tidak membuatnya frustrasi. Dia justru asyik dengan kegiatan barunya, membaca berbagai buku dan mendengarkan ceramah-ceramah agama. Penampilannya pun berangsur berubah. Rambut hitam yang selama ini hanya ditutup jika menghadiri kegiatan formal, perlahan mulai ditutupnya setiap akan keluar rumah.

Hingga suatu hari keinginan itu muncul. Ada keinginan besar untuk tinggal di pondok. Sangat kebetulan bibinya sudah lama tinggal disebuah pondok pesantren.

"Alima mau ke tempat kakak, mau tinggal di sana. Apakah ada pekerjaan yang bisa dia bantu kerjakan di sana?" tanya ibunya lewat sambungan telpon.
"Datang aja, nanti bisa bantu ngajar. Kebetulan ada ustadzah yang resign".
"Tapi dia gak bisa ngajar kak, kalau bagian administrasi lumayanlah."
"Datang aja dulu, nanti dilihat dia dapat ditempatkan di posisi apa."

"Oh iya tapi di sini kompensasinya  tidak seberapa. Apalagi karyawan baru," jelas bibinya, berharap anak itu akan berfikir ulang untuk datang jika tujuannya hanya mencari pekerjaan.
"Gak masalah kak, yang penting ada kegiatan, supaya gak bosan. Karena dia tujuan utamanya memang ingin belajar agama sambil bantu pekerjaan yang dia bisa," jawab Bu Sari meyakinkan pilihan putrinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun