"Kamu kenapa gak bayar SPP aku?!" Risha memasuki kontrakan dan berteriak kepada Aldo, suaminya.
"Ya gimana mau bayar SPP kamu buat makan aja susah!" Aldo yang sedang memainkan game online merasa terusik dengan tingkah laku istrinya.
"Tapi kamu udah janji kalau kita nikah kamu janji akan biayain aku kuliah Aldo"
"Tapi kenyataannya buat makan aja kita susah ris, udah ah gak usah mimpi kuliah tinggi-tinggi. Toh kamu juga kerjanya di dapur"
Risha yang frustasi dengan jawaban suaminya langsung masuk ke kamar dan menutup pintu dengan keras. Ia benci dengan kehidupan pernikahan seperti ini. Dulu ia kira menikah muda bisa jadi penyemangatnya untuk kuliah. Ia juga mendengar lebih baik menikah muda daripada kebablasan menikmati sex sebelum nikah. Kini ia harus dihadapkan pada pilihan, kuliah atau berhenti saja.
Aldo tak peduli dengan biaya SPP istrinya. Dulu ia berjanji untuk membiayai kuliah istrinya. Janji hanyalah tinggal janji. Biaya untuk hidup saja pas-pasan. SPP untuk kuliahnya saja masih dibayar orangtuanya. Menikah dengan Risha hanya manis saja di awal. Ia kira menikah saat mereka masih kuliah semester 6 bisa berjalan manis seperti seniornya.
*****
"Kamu mas bisa gak sih sesekali bantuin aku ngerjain tugas rumah? Aku capek mas pulang kerja!"
"Aku juga capek, aku kan udah bilang kamu berhenti aja kerja!"
"Aku bosan di rumah mas, buat apa aku kuliah kalau gak punya karier!"
Risha duduk terdiam di kamar mendengar pertengkaran kedua orangtuanya. Ia terkejut sekaligus menangis mendengar bunyi piring pecah. Apa pernikahan memang seperti ini?. Padahal hari ini ia ingin menunjukkan Indeks Prestasi (IP) yang diperolehnya. Ingin rasanya ia kabur dari rumah, hidup jauh dari orangtua. Tanpa pikir panjang ia langsung menelpon pacarnya, Aldo.