Mohon tunggu...
Muhammad Irham Maulana
Muhammad Irham Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hidup Untuk Menulis dan Menulis untuk Menghidupkan. Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta

Jangan biarkan kata-kata bersarang di kepala. Biarkan ia menyelinap ke dalam kertas dan berkelana di halamannya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gelar Sarjana Jadi Syarat Sukses Nikah

21 Juni 2021   07:19 Diperbarui: 21 Juni 2021   07:23 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Minggu lalu, kebiasaan terbaik tetap bersamaku, tumbuh pikiran untuk minum segelas kopi di warung biasanya, Kayon. Kebetulan suasana subuh itu sepi dan tenang. Fenomena itu identik dengan caraku mengarang dan menulis pengalaman-pengalaman orang. Selang beberapa jam, tidak ada sama sekali hal yang penting dari pada menghabiskan waktu melihat beberapa artikel dan film di youtube. Tidak ada perjanjian yang produktif antara pikiran, ide dan hati yang menjadi alat otentik untuk mengarang. 

Dapat dipastikan bahwa ketimpangan dari hal tersebut menyebabkan ketidakseimbangan cara kita dalam mengarang, ketidaksinkronan kita dalam menyusun alur-alur kalimat, dan seringkali membawa kesimpulan yang ambigu. Terjadinya cross-thinking mengakibatkan hilang fokus pada tujuan utama adalah cara terbaik untuk menghancurkan hasil yang optimal.

Aku tidak peduli hal itu, sesekali aku kembali ke belakang melihat kawananku yang sedang bercengkrama dengan adik pemiliki warung kopi. Kami diskusi hebat pada saat itu. Pembahasan kami seolah memunculkan segala macam pengalaman dan ilmu pengetahuan. Ternyata tukar pikiran itu menghasilkan efek dan potensi humoris atau kaca untuk mengaca. 

Ini benar adanya, cerita yang kita ingat tanpa kita terapkan, spontan memiliki potensi lupa yang kuat. Kita perlu menerapkan sesekali cerita orang dan mengambil hikmah dibalik lidah yang hampir berkomat-kamit itu. Jangan ditiru, diskusi kami rupanya sampai melupakan kewajiban tuhan dengan gerak-gerik khas agama kepercayaan masing-masing. Pokok bacaanya tidak diterangkan dibangku sekolah. ini lebih ke posisi satire  bahwa seorang yang ingin mencapai mekkah dengan cepat berarti ia harus naik pesawat. 

Biaya, kesiapan mental, dan keyakinan akan tujuan juga menjadi hal yang perlu diupayakan. Dan mendapatkan itu sama halnya dengan menghilangkan definisi usaha keras, lebih dari itu. Bahkan appendik terupgrade tidak bisa menjelaskan. Coba analogikan dirimu pada posisi itu jika kamu menaiki sebuah bus atau angkot, berapa lama waktu yang kau tempuh. Jika do'a, keinginan, dan harapan kita cepat diiyakan olehNya, sesegeralah terapkan metode tidak masuk akal yang sudah kamu baca itu, niscaya memperoleh hal yang tidak masuk akal bagi manusia pada umumnya.

Tiba tiba diskusi kami tidak ada kesimpulan yang sama. Kesimpulan itu memihak pada persepsi masing masing, bagaimana kita tidak seperti seharusnya, tapi seharusnya seperti itu. Vikal adik dari pemiliki warung itu langsung memutarbalikkan diskusi senila 360 derajat celcius. Inilah isi dari judul di atas. Yang jelas dari tulisan diatas kalian dapat pikiran apa?, aku yakin kalian terbaikmemahami tulisan ini dan sangat peka pada pesan dan maksut tersiratnya. Ia menceritakan kesuksesan kakaknya membangun 3 warung kopi di Malang. sebelumnya, kakaknya menempuh pendidikan s1 di UM, jurusan managament komunikasi. Dia hampir tidak merampungkan tugas utamanya itu. 

Di sisi lain, kekasih yang menjadi obat penawarnya sempat disinggung oleh ibu kandungnya. Ibunya mengatakan bahwa posisi kamu belum identitas, kamu masih status. Jaga jaraklah. Ingat tujuan utamamu adalah menyelesaikan kuliah. Ibunya sempat mengancam dengan pujian yang arif. Kalau kamu masih ingin sekolah diluar waktu yang ditentukan, silahkan menikah dengan ototmu sendiri. ibu hanya akan melihatmu saja tanpa meluangkan tenaga sedikitpun. Mendengar ancaman yang cukup serius itu. 

Ancaman itu seolah menjadi cambuk si pendiri kopi ini bergegas selesai kuliah. Ternyata berhasil. Noval yang ganteng itu bertanya kepada ibunya kenapa ia harus dituntut selesai kuliah meski tidak tepat waktu. Ibunya bilang bahwa dia ingin anaknya menikah di undangan itu memiliki gelar. Dia tidak ingin diundangan itu terpampang nama rahim saja. 

Dia ingin nama yang disahkan Bapak rektro. Dia tidak ingin anaknya berposisi di bawah predikat perempuan. Memang keras pandangan sosial milenial terhadap gelar. Seolah itu menjadi pameran-pameran lukisan yang bisa dibeli dengan harga mahal entah oleh kalangan kapital, marjinal dan proletar. Memang benar, terkadang ibu kita mulai menunjukkan kejantananya ketika anaknya berada pada posisi yang kurang jelas. Ibu definisi kamu mengalahkan segala hal. kamu adalah subtansi tuhan yang penuh teka-teki dan terkadang butuh banyak bacaan dan pengertian untuk menjawabnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun