Mohon tunggu...
Irfan Syarifudin
Irfan Syarifudin Mohon Tunggu... Computer Engineering Student

Saya adalah individu yang memiliki minat besar di bidang Cyber Security. Saya rutin meningkatkan kemampuan Cyber Security agar nantinya bisa memberi manfaat besar di dunia profesional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

FOMO Bukan Musuh!

6 Maret 2025   23:37 Diperbarui: 6 Maret 2025   23:41 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrai FOMO | sumber: Dreamina AI Generated Image

Di tengah arus deras informasi dan interaksi digital, fenomena Fear of Missing Out (FOMO) kerap dikaitkan dengan efek negatif terhadap kesehatan mental dan perilaku konsumtif. Namun, apakah FOMO harus selalu dipandang sebagai hal yang buruk? Dalam opini penulis kali ini, penulis akan mengulas sisi positif dari FOMO serta bagaimana fenomena ini, bila dikelola dengan tepat, dapat menjadi pendorong pertumbuhan pribadi dan motivasi.

Banyak pihak berargumen bahwa FOMO bisa menimbulkan kecemasan dan stres, namun perlu dilihat bahwa rasa takut ketinggalan tersebut juga memiliki potensi untuk memacu seseorang agar tidak stagnan. Ketika seseorang merasa ada peluang yang bisa terlewatkan, hal tersebut mendorong mereka untuk aktif mencari informasi terbaru, mengikuti tren yang relevan, dan bahkan meningkatkan kompetensinya.
Dengan demikian, FOMO dapat berfungsi sebagai sinyal internal yang mengingatkan kita untuk terus belajar dan berkembang. Alih-alih menghambat, dorongan ini bisa menjadi dorongan untuk mencapai potensi maksimal jika diimbangi dengan kesadaran diri dan pengendalian diri yang baik.

Tidak dapat dipungkiri bahwa intensitas FOMO yang berlebihan memang dapat berdampak negatif. Namun, kunci utamanya adalah bagaimana kita mengelola perasaan tersebut. Pendekatan proaktif dalam menanggapi FOMO bisa melibatkan:

  • Seleksi Informasi: Menentukan informasi atau tren mana yang benar-benar relevan dan bermanfaat, serta menghindari keharusan mengikuti setiap tren yang muncul.
  • Skala Prioritas: Menggunakan FOMO sebagai alat untuk mengenali peluang, bukan sebagai alasan untuk terjebak dalam konsumsi berlebihan. Dengan menetapkan prioritas, seseorang dapat mengalokasikan energi dan waktu untuk hal-hal yang paling bermakna.
  • Pengembangan Diri: Rasa ingin tahu yang muncul karena FOMO dapat dijadikan modal untuk menggali potensi diri---mulai dari belajar keterampilan baru hingga memperluas jaringan sosial.

Dengan demikian, FOMO yang terkendali justru dapat membantu individu untuk tidak terjebak dalam zona nyaman, serta mendorong eksplorasi dan pengembangan diri yang lebih mendalam.

Era digital membuka akses informasi yang begitu luas dan cepat, sehingga perasaan takut ketinggalan menjadi sangat wajar. Fenomena ini merupakan cermin dinamika masyarakat modern yang terus berubah. FOMO, bila dipahami sebagai bagian dari keinginan untuk tetap relevan, bahkan bisa juga mengasah keterampilan berikut:

  • Inovasi dan Kreativitas: Dorongan untuk mengikuti tren dapat mendorong individu untuk terus berinovasi. Ketika seseorang merasa bahwa ada hal-hal baru yang bisa diadopsi, mereka cenderung mencari solusi kreatif agar tidak tertinggal.
  • Keakraban Sosial: FOMO juga dapat mempererat hubungan sosial dengan mendorong interaksi dan kerja sama positif, karena keinginan untuk tidak kehilangan momen bersama teman atau rekan kerja membuat seseorang lebih aktif dalam berkomunikasi dan berbagi pengalaman.

Dari sudut pandang ini, FOMO bukanlah musuh, melainkan tanda bahwa kita hidup di zaman yang penuh peluang. Kuncinya adalah memanfaatkan peluang tersebut untuk melakukan perbaikan diri secara konsisten.

Memang benar bahwa FOMO memiliki sisi gelap apabila dibiarkan berkembang tanpa kontrol. Namun, pandangan yang terlalu negatif terhadap fenomena ini mengabaikan potensi positif yang bisa ditimbulkannya. Dengan pendekatan yang tepat yaitu selektif dalam memilih informasi, menetapkan skala prioritas yang jelas, dan mengarahkan dorongan tersebut pada pengembangan diri, FOMO dapat diubah menjadi kekuatan yang mendorong inovasi dan keberanian untuk menghadapi perubahan zaman.
Daripada menghindar atau mengutamakan konsep Joy of Missing Out (JOMO) secara ekstrem, sebaiknya kita belajar dari FOMO untuk mengenali peluang dan meraih kemajuan tanpa harus merasa tertekan. Pada akhirnya, keseimbangan antara mengikuti tren dan menjaga kebahagiaan pribadilah yang akan membawa kita menuju kehidupan yang lebih produktif dan bermakna.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun