Mohon tunggu...
Irfan Suparman
Irfan Suparman Mohon Tunggu... Penulis - Fresh Graduate of International Law

Seorang lulusan Hukum yang hobi membaca dan menulis. Topik yang biasa ditulis biasanya tentang Hukum, Politik, Ekonomi, Sains, Filsafat, Seni dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melawan Patriarki Dalam Novel "Perempuan di Titik Nol"

11 Mei 2020   14:47 Diperbarui: 11 Mei 2020   15:23 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Yayasan Obor Indonesia

Pernikahan tidak membuatnya bebas dan bahagia tetapi membuatnya seperti budak atau pelacur gratisan sang suami. Ia mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya itu kemudian dia mengadu pada pamannya dan pamannya mengaminkan tindakan Syekh Mahmoud.

Karena ia tidak tahan dengan perlakuan suaminya itu, ia memutuskan untuk kabur dan akhirnya bertemu Bayoumi yang pada awalnya berniat mencarikan ia pekerjaan dan berbuat baik tapi Bayoumi hanyalah bagian dari orang munafik dan pembual yang suka merendahkan perempuan. Ia dan temannya dilecehkan. Firdaus dikurung dan berhasil kabur dan kemudian bertemu Sharifa. 

Ditangan Sharifa, Firdaus mengerti bahwa harga seorang pelacur lebih tinggi dari pada harga seorang istri yang menjadi budak. Memutuskan untuk menjadi terhormat dengan melacur dan kemudian mendapatkan anggapan tidak mengenakan dari seorang teman wartawannya. Sampai pada akhirnya Firdaus jatuh cinta dengan laki-laki bernama Ibrahim yang nyatanya juga seorang pelacur baginya.

Menjadi pelacur yang terhormat dan harga tinggi dengan perawatan mahal membuat dirinya dalam bayang-bayang ancaman. Pada suatu ketika ia mendapat ancaman dari seorang germo, Firdaus merasa dia tidak membutuhkan germo. Namun, germo itu memaksa dengan kekerasan. 

Hadir dari lubuk hati dan sejarah penderitaan, Firdaus memutuskan membunuh germo tersebut dan menyadari kalau selama ini dia hanya takut untuk melawan dan tidak lemah.

Setelah membunuh, Firdaus berdandan bagai seorang puteri raja. Cantik dan penuh dengan kemewahan. Pada suatu ketikka dia bertemu seorang pangeran dan pangeran itu menawar dirinya berapapun agar bisa tidur dengannya. 

Pangeran itu tidak mempercayai kalau Firdaus yang seperti puteri, lemah lembut dapat membunuh seseorang. Jelasnya adalah sang pangeran tidak percaya bahwa perempuan bisa melawan.

Pada akhirnya yang hidup haruslah mati. Tapi bagi Firdaus mati untuk kebenaran lebih baik daripada hidup dengan kemunafikan. Semua orang adalah munafik dan pelacur dalam bentuk yang lain. Firdaus dihukum mati karena membunuh dan tidak ingin meringankan hukumannya.

Di lingkungan patriarki, semua perempuan dianggap lemah. Suasana Mesir kala novel itu lahir adalah suasana perang dengan Israel yang dijuluki Perang Yom Kippor. 

Novel ini hadir saat tahun bersejarah saat itu bagi Mesir dan beberapa negara lainnya. Negara Mesir yang terkenal dengan ratu Cleopatra ternyata menyimpan kebudayaan patriarki yang dibongkar oleh Novel Perempuan di Titik Nol. Pantas saja novel itu banyak mendapatkan kritik terutama bagi negara yang didominasi Islam. 

Dijelaskan oleh Istri pamannya dalam novel tersebut bahwa tunduk kepada suami adalah kewajiban sang istri. Tunduk pada penindasan bagi Firdaus adalah ketidakadilan, apalagi dalam khotbah-khotbah di Masjid yang melarang manusia berbuat jahat tetapi kenapa suami bisa memukul Istrinya karena tidak patuh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun