Kawasan Dlingo di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menjadi salah satu wilayah yang rawan bencana geologis seperti gempa dan longsor, terutama karena kontur perbukitan dan keberadaan tebing di sekitarnya. Berdasarkan peta risiko Kemendikbudristek BNPB pada 2024, lebih dari 75% satuan pendidikan di Indonesia termasuk dalam zona rawan bencana, dengan potensi gempa, banjir, tanah longsor, dan letusan gunung api. Di tingkat DIY, hingga awal 2025 tercatat 16 SD/SMP di Kota Yogyakarta telah diakui sebagai SPAB, dan Pemerintah Kota kini aktif menambah jumlah sekolah aman bencana. Kegiatan edukasi seperti saat MPLS sudah menjadi kebutuhan mendesak untuk membekali generasi muda menghadapi kemungkinan bencana. Oleh karena itu, MI Ma'arif Ngliseng mengadakan program edukasi bencana sebagai bagian dari Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah.
Pada Rabu, 16 Juli 2025, MI Ma'arif Ngliseng di Ngliseng RT07, Muntuk, Dlingo, mengundang Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HMP) UGM bidang Aksi Sosial untuk mengisi materi kebencanaan. Narasumber kali ini adalah Muhamad Irfan Nurdiansyah, atau Cak Irfan, mahasiswa Magister Manajemen Bencana UGM. Ia memaparkan secara interaktif jenis-jenis bencana seperti erupsi gunung dan gempa bumi, penyebabnya, serta cara menyelamatkan diri saat bencana terjadi. Materi menarik ini diperkaya dengan film pendek tentang gempa dan kegiatan menyanyi bertema bencana, yang disambut gegap gempita oleh anak-anak dari kelas 1 sampai 6 dan didampingi oleh 12 guru.
Kepala Sekolah MI Ma'arif Ngliseng, Ika Fitriyati, menyampaikan rasa terima kasih atas kehadiran HMP UGM yang telah mewarnai keceriaan MPLS dan menambah wawasan kebencanaan siswa. Ia menjelaskan bahwa sekolah ini memiliki sejarah bangkit pasca gempa 2006, dan kini berada di dekat jurang serta tebing yang rawan longsor. "Kegiatan ini sangat berarti karena sekaligus menjadi bagian dari semangat kemandirian sekolah dalam menghadapi ancaman bencana," ujarnya. Ika menekankan bahwa edukasi seperti ini hendaknya menjadi pondasi bagi karakter resilien siswa serta kesiapsiagaan kolektif di lingkungan sekolah.
Kegiatan edukasi bencana kali ini dirancang agar anak-anak tidak hanya memahami teori, tetapi juga mampu melakukan latihan mandiri seperti simulasi evakuasi, mengenali rambu rambu keselamatan, serta evaluasi diri secara sederhana namun bermakna. Metode menyenangkan film dan lagu membuat siswa antusias dan lebih mudah menyerap pesan-pesan keselamatan. Para guru turut aktif mendampingi setiap sesi, memperkuat kemitraan antara sekolah dan tenaga pengajar dalam penyebaran budaya aman bencana. Semangat kolaboratif ini membentuk karakter resilien sejak usia dini.
MI Ma'arif Ngliseng merupakan model sekolah mandiri dan peduli kebencanaan sekolah yang dulunya menjadi korban gempa 2006, kini menjadi pelopor edukasi mitigasi. Letak sekolah di zona rawan longsor memotivasi upaya preventif dan adaptif melalui kolaborasi kampus sekolah. Kegiatan ini diharapkan menjadi inspirasi bagi sekolah lain untuk bergerak proaktif dalam penguatan SPAB. Pengenalan nilai-nilai bencana pada MPLS menjadi langkah strategis dalam membentuk budaya sekolah yang tangguh dan peduli.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI