(Teteh Diaspora Bercerita: Curhatan Sales Kartu Internet di Jepang --- Part 4)
Haloo... semoga kalian belum bosan ya baca curhatan Teteh Diaspora ini. Kali ini aku mau cerita soal pengalaman jualan ke pelanggan dari berbagai negara yang tinggal di Jepang. Karena aku lumayan pede pakai bahasa Inggris, aku iseng bikin iklan juga dalam bahasa Inggris, dan dari situ muncul banyak pengalaman seru (dan kadang bikin tepok jidat ).
Beberapa pelanggan kalau dikasih harga berapa pun, ujung-ujungnya tetap bilang "Too expensive." Mau sudah diskon, mau sudah dijelaskan detail, tetap saja ada yang coba nego lagi dan lagi. Sampai aku pernah lapor ke atasan, "Ini gimana ya? Mereka nawar terus." Jawabannya cuma santai, "Udah, bilang aja nggak bisa lebih murah. Titik." Ya sudah, akhirnya aku jawab begitu, tapi tetap ada yang coba nego. Lama-lama aku sadar, buat sebagian orang, tawar-menawar itu memang udah jadi kebiasaan sehari-hari.
Ada juga pelanggan yang lebih suka video call langsung daripada chat. Buat aku yang pemalu dan introvert, rasanya kayak ujian mental dadakan. Bayangin harus senyum-senyum gaya sales sambil pegang HP, padahal hatinya deg-degan .
Kadang juga ada pelanggan yang suka banget lupa bayar. Dua bulan nggak ada kabar, tiba-tiba muncul dengan kalimat sakti, "Internetnya kok mati, Kak?" Begitu dicek, ternyata tagihannya belum beres. Pas ditagih baik-baik, kadang langsung ngilang. Tapi pas koneksinya diputus, ajaibnya mereka mendadak aktif lagi.
Fenomena Pemberi Harapan Palsu alias PHP ternyata lintas negara juga. Ada yang udah pesan, udah proses, tinggal kirim... eh nggak lama kemudian nelpon, "Cancel aja, Kak." Alasannya standar: "Kemahalan." Padahal dari awal sudah dikasih tahu detail syarat dan ketentuannya. Jadi pelajaran penting: jangan buru-buru pesan kalau belum yakin. Baca dulu, bandingin dulu, baru deal, biar nggak nyesel di akhir.
Ada juga level juara: barang sudah sampai, tapi minta cancel karena HP-nya ternyata nggak cocok. "Lho, Kak... sinyalnya nggak muncul." Padahal sebelum pesan SIM card, penting banget cek dulu apakah HP sudah SIM-free, bisa dipakai di Jepang, dan provider mana yang sinyalnya kuat di rumah. Kadang HP-nya super canggih, tapi penggunanya bingung cara setting internet. Akhirnya aku juga yang diminta bantuin A sampai Z, padahal posisiku cuma sales, bukan CS 24 jam .
Di antara semua drama, ada juga pelanggan yang baik banget. Nggak cuma beli, tapi sampai rekomendasiin aku ke teman-temannya. Dari satu pelanggan, bisa jadi enam pelanggan baru. Sayangnya, dari tujuh orang itu, lima di antaranya telat bayar sampai berbulan-bulan. Ditelepon nggak diangkat, dichat cuma dibaca, kayak lagi lihat notif grup gosip kantor. Alasannya macem-macem: belum gajian, baru mulai kerja, lagi susah. Semua itu manusiawi, tapi kalau belum siap, jangan maksa ambil paket mahal cuma demi kuota besar.
Pada akhirnya, semua pengalaman ini bikin aku makin paham: dunia sales itu penuh warna. Ada pelanggan yang bikin senyum, ada yang bikin pusing, ada juga yang ngajarin kesabaran. Tapi justru dari situlah aku belajar. Aku pun nggak marah-marah, cukup nagih dengan kalimat manis: "Halo Kak, mohon infonya terkait tagihan bulan ini ya ." Walaupun sering dijawab simpel, "Lupa, Kak." Lupa bayar tagihan? Sama aja kayak makan ramen, perut kenyang, terus bilang, "Duh, dompet ketinggalan."
Ya ampun... gemes. Tapi hidup memang begitu kan? Naik turun, penuh drama. Jadi, seperti kata Arashi di lagu Happiness: mari kita tetap berlari, menghadapi hari-hari, dan mencari bahagia di tengah semua tantangan.
See you di curhatan selanjutnya ya... ada apa lagi nih dengan drama Teteh Diaspora ini. Semoga kalian belum bosan dan tetap semangat kerja di negeri orang yaah