Mohon tunggu...
irfan busrah
irfan busrah Mohon Tunggu... -

Sebaik-baik manusia adalah yang berguna buat orang lain. dan sebaik-baik informasi adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengamat Instant

9 Juni 2014   16:36 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:34 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lain di media, lain di hati, mungkin deretan kata yang bisa sedikit menggambarkan kontur politik masa kini yang Segalanya dikemas dengan indah, dipoles dengan rupawan & menawarkan kesejukan walau isinyakurang bergizi. Bagi rakyat yang terlanjur cinta dengan sinetron di TV,Maka streotype terzhalimi, lugu, dan kampungan (seperti FTV) jadi primadona mereka, termasuk dalam memilih pemimpin. Cerita calon pemimpin ini telah terangkai sejak lama di media massa. Pemirsa di TV dan pembaca warta sadar atau tak sadar sedang menyaksikan kisah infotainment.

Apalagi di masa menjelang Pilpres masyarakat sontak terbelah. Media social memunculkan banyak pengamat politik dadakan dengan modal TV, koran, media online & teori politik (seadanya). berbekal hal itu, perang opini berlangsung dengan memainkan banyak content. Saling tembak dengan menggunakan isu etnis, Agama dan kriminal sangat sengit.Tak ada yang tersisa baik di kubu masing-masing sebab Setiap yang berkoalisi dengan lawan jagoan pilpresnya dicaci maki dan boroknya dibuka selebar-lebarnya. Banyak yang menganggap bahwa rivalitas ini tidak lagi menampakkan situasi yang sehat. Seharusnya kontes lebih memamerkan kekuatan unggulan masing-masing, Bukan mencari kekurangan apalagi melempar isu yang belum jelas kebenarannya. Namun harus pula disadari bahwa pertama, ini kontes Demokrasi politik,bukan kontes Indonesian Idol dimana juaranya adalah yang paling bagus vokalnya. Logika politik berat pada sisi soal suka atau tidak suka. Orang akan memilih Prabowo nanti bisa jadi karena tidak suka Jokowi, bukan semata karena Prabowo lebih baik dari Jokowi. Begitupun sebaliknya. Kedua, Isu-isu negatif terhadap calon presiden itu juga lumrah dimainkan sebab merupakan indikator baik bagi perkembangan demokrasi, sebab sebaik-baik memilih pemimpin tentunya dengan memahami track reccordnya baik secara pribadi maupun sosial. ketika pamor Obama melejit, muncul isu-isu mengenai keturunan Obama yang muslim. Erdogan PM Turki juga diblack campaign dengan isu afiliasi gerakan radikal Partai Politiknya, dan terakhir fenomena Modi di India juga dituduh berasal dari kelompok ekstrimist Hindu. Merekaakhirnya (kecuali Modi yang baru terpilih) menjadi orang nomor satu dan sukses memimpin negaranya.

Salah satu sebab media social melahirkan para pengamat instant karena media Social berada di irisan antara wilayah publik dan privat. pertemanan dan following/follower dalam suatu ruangan virtual seperti halnya berada dalam sebuah ruang sosial. sedangkan interaksinya bisa dilakukan dimana saja, bahkan di kamar mandi sekalipun. Generasi media sosial bisa lebih sering menyapa dan mengutarakan lintasan pikirannya.lintasan pikiran yg berdasarkan data instant laludilempar ke media sosial, salah satunya akan melahirkan type pengamat instant dan musiman. Dengan berbekal professor Google, anda bisa menjadi ustad & pengamat bola sekaligus, atau bisa jadi pengamat politik atau pengamat kesehatan. Terserah tinggal pilih. Semua informasi siap saji.

Orang bisa mengklaim tahu tentang agama, Olahraga, teknologi atau lainnya hanya dengan bermodal media massa & Internet, tapi tunggu dulu jika bicara soal politik dan kebijakannya. Sebagaimana sy pahami bahwakonstruksi dasar kebijakan politik hampir secara holistik ada dibelakang layar. Orang yang menyaksikan diluar hanyalah bangunan luar yang telah diarsitektur sedemikian rupa. jadi kitapun sebenarnya masih meraba-raba apa yg reliatas apa yang terjadi sesungguhnya, dan bila digali lebih dalam akan menimbulkan tanda tanya besar.Bisa diambil contoh kasus hak angket mafia pajak. Partai Gerindra yang semula mendukung pengusulan hak angket Mafia pajak tiba-tiba berubah 180 derajat. Apa gerangan?. Ada apa dengan PDI-P dan Hanura yang walkout di voting kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) di tahun 2012?. Orang mungkin salut kedua partai oposisi itu yang keukeuh menolak kenaikan BBM kala itu. Tapi sebodoh itukah fraksi PDI-P & Hanura yang tampak seperti kalah sebelum bertanding?. padahal ikut serta voting setidaknya memunculkan opini bahwa DPR tak sepenuhnya mendukung kenaikan BBM. Jawaban dari pertanyaan saya coba tarik benang merahnya ketika berdiskusi dengan seorang anggota DPR RI yang membidangi masalah energi. Menurut pengakuannya bahwa di DPR Sandiwara lumrah terjadi. Oposisi juga punya lakonnya. Lakon tak ada yang Cuma-cuma dan itu dihargai dengan sesuatu. Dua gambaran dan secuil penjelasan diatas mempertegas potret politik di Indonesia yang tampil ke permukaan masih kental aroma artifsialnya. Sayangnya memang, kita dan masyarakat awam hanya tahu apa yang dimuat di media massa yang terbukti saat ini prilakunya tak beda dengan partai politik yang jualan isu dan menebar aroma kebusukan orang dan kelompok tertentu. Semerbaknya pun dipakai masyarakat berceloteh dimana-mana, termasuk media sosial.

Dunia Teknologi Informasi yang sungguh membantu kita untuk tahu banyak hal dan bisa berperan menjadi apa saja termasuk jadi pengamat. mungkin setelah pilpres akan lahir lagi banyak pengamat bola dadakan (ditengah berlangsungnya Piala Dunia nanti). Setelahnya orang akan tampak Shaleh. doa-doa akan memenuhi dinding akun facebook dan Twitter dan orang-orang akan mengetalasekan kegiatan ibadahnya selama bulan Ramadhan nanti.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun