Mohon tunggu...
IRENZA SABATINI MULYADI
IRENZA SABATINI MULYADI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi ilmu komunikasi angkatan 2018 di Universitas singaperbangsa Karawang,

Hanya seseorang yang sedang ingin menumbuhkan kembali minatnya ke dunia menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Terdesak di Tengah Pandemi, Pinjol Ilegal Jadi Solusi Masyarakat Desa Karang Mukti

11 April 2021   13:50 Diperbarui: 11 April 2021   13:58 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkembangan Financial Technology atau biasa yang disebut dengan Fintech tak lepas dari peranan digitalisasi yang terus bertumbuh di Indonesia. Menurut Nusron Wahid (2014:56) dalam bukunya "Keuangan inklusif: Membongkar Hegemoni Keuangan" Fintech merupakan salah satu langkah penerapan inklusi keuangan yang dapat mengjangkau semua segmentasi masyarakat, dengan biaya terjangkau serta pengembalian kredit yang masuk akal, yang dimana hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan yang sama bagi masyarakat untuk mengatasi ketidakadilan ekonomi. Selain itu, Kehadiran Fintech sendiri menjadi sebuah layanan pembelajaran dan pengenalan digital finansial terhadap masyarakat untuk lebih mengenal akses perbankan sebelum mereka mengenal pemodalan yang lebih besar pada lembaga-lembaga keuangan formal yang berintegritas. Fintech hadir karena dalam efisiensinya yang mudah digunakan, mudah diterima masyarakat dan memberi peluang yang begitu besar terhadap masyarakat kecil.  

 Dalam praktiknya Fintech memiliki jenis yang berbeda-beda, namun, Fintech yang saat ini lebih dikenal masyarakat, adalah Fintech berbasis pinjaman Online jenis Fintech Peer to Peer Lending (yang disebut dengan P2P Lending). Metode yang digunakan dalam Fintech jenis ini adalah dengan memberikan kredit kepada masyarakat yang mengajukan permohonan pinjaman dengan syarat dan ketentuan yang sangat mudah. Dalam Peer To peer Lending juga dapat memungkinkan adanya kegiatan antara pemberi dan peminjam yang dilakukan nasabah tanpa harus melalui perantara lembaga keuangan yang sah. (Rumondang A, 2018). Seringkali dalam aktivitas kredit melalu pinjaman online ini memang terkesan mudah, cepat dan fleksibel, namun resiko yang didapat pun tentunya akan jauh lebih besar . 

 Jumlah penyaluran dana pinjaman Online pun semakin meningkat setiap tahunnya, terhitung pada tahun 2017 terdapat Rp. 2,56 Triliun, kemudian pada tahun 2018 mencapai Rp 22,67 Triliun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hal ini merupakan peningkatan yang cukup signifikan bagi Fintech jenis Lending dalam menarik nasabah peminjam hanya dalam kurun waktu satu tahun. (Nur Qolbi, 2018). Saat ini terhitung sejak per-september 2020 kenaikan fantastis mencapai angka Rp. 40,47 Triliun. Hal ini diduga dampak dari pandemi, dimana masyarakat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya karena sektor ekonomi memang sedang dalam kondisi menurun. Namun resikonya adalah, masyarakat tidak mampu membayar ketika pendapatannya masih belum pulih. (Safir Makki, 2020). 

 Marak Fintech berbasis Pinjaman Online, juga menghadirkan kesempatan bagi Fintech-Fintech ilegal untuk turut eksis. Terhitung sudah ada 126 Fintech ilegal yang sejak September 2020 sudah ditutup oleh OJK, berikut datanya : Dompet Gajah, Tunai Kita, Kredit cepat kilat, Uang Cepat, BungaPay, Multipoint, Rupiah jaya, Gudang Dana, Super R, Modal Andalan, Dana Yes, Pinjamdanaid.com, Dana Cash, Dompet Sahabat, Pinjam Syariah, Pinjaman Kita, Cair Dana, StarBag, Tunai cepat, Pinjaman Super, Katupat, Dana Plus, RupiahKu, Uang Dompet, Rupiah Kasih, Dana Tunai, Ipinjam, Dana Me, Cepat Go, Solusi Cepat, Qreditku, Danaku, KrediCash, FindDompet, DanaKu, Duit Pintar, Dana Pintar, Uang Pintar, Tunai Segera, Uang Tunai, Uang dana, Pinjaman Dana, Kredit Online, Pinjamin Woo, Cash Pro, Tunai Cair, Kredipaus, Es Kas, Fulus Sejahtera, Pinjaman Petir, Ajukandana, Mudah-case, Pinjaman_Cepat_Indonesia, Cash Room, Dana Kilat, RajaUang, Raja Pinjaman, Adana, Bunga Lotus, Dana Amanah, Dana Arisan Kps Cepat, Dana Berkat, Dana Cepat, KSP dana Mapan, Dana Mitra, DanaNow, DanaQ, Dompet Mudah, Duit Dua, Duit Kita, Duitgo, Fulus Rezeki, Go Cash, Gunung Agung, iDompet KSP, Indo Cash, K Dompet, Kantong Kas, Kotak Uang Expo, KSP Kotak Uang, Kredit Intan, Kredit Waktu, KSP IMB org, Ksp Cash udang, Mega Primer, Mitra Tunai, Mobil Wallet, Rupiah Uwang, Saku Tunai, Solusi Hidup, SolusiKita, Toko Tunai Ekspress, Tokovips, Tunai Cepat, Wadah Pinjaman, Cairan Uang 2020, KSP Dana kilat, Duit Kotak, Kredidana, Dana Baik, KSP Kredit Intan, Duit Bahagia, Gampangcase, Duit Harta, Mominjem, Kredinesia, Pinjam Sekejap, Dana Fitriah, Crash Crown, Uang Berkah, Dana Money, Global Cash, uang Indo, Dana tambah, KSP ayo Mudah, dan Pitih Kawan. (Fika Nurul Ulya, 2020)

Pada pengoperasiannya Fintech ilegal ini menjaring nasabah lewat pesan sms berisi penawaran pinjaman cepat, syaratnya mudah dan juga menyertakan link yang terhubung ke website mereka untuk mendownload aplikasinya. Dikarenakan syarat yang diajukan cukup mudah, tak sedikit masyarakat yang terjaring Pinjaman online Ilegal ini, biasanya mereka meminta data diri secara lengkap, dan juga meminta akses kontak. Akses kontak inilah yang seringkali menjadi momok yang meresahkan nasabah, selain meneror nasabah lewat panggilan telepon, mereka juga meneror kontak-kontak yang terhubung di gawai nasabah. Keamanan data-data nasabah juga sangat rentan terkena kejahatan cyber atau Cyber Crime yang mana bisa saja data nasabah mereka perjual-belikan. Menurut Parker dalam (Hamzah 1993:18) Cyber Crime adalah suatu tindakan atau kejadian yang berkaitan dengan teknologi komputer. Dimana seseorang mendapatkan keuntungan dengan merugikan pihak lain. 

 Apalagi di masa pandemi masyarakat seringkali merasa abai terhadap platform-platform Fintech pinjaman online ilegal yang marak di Internet, dan terjerumus ke dalamnya. Hal ini dipengaruhi faktor terdesak, awam terhadap resiko, dan kurangnya kesadaran akan pentingnya data-data pribadi. Menyintas di tengah pandemi dengan solusi pinjaman ilegal memang bukan hal yang dapat dibenarkan sekalipun dalam kondisi terdesak. Namun, lagi-lagi kemudahan syarat membuat masyarakat terlena dan mau tidak mau memutuskan untuk meminjam pada pinjaman Online Ilegal. Aktivitas masyarakat inilah sangat berkaitan dengan teori yang dikemukakan Kotler dan Gary Amstrong tentang Perilaku Konsumen. 

 Perilaku konsumen merupakan proses yang mempelajari tentang pengambilan keputusan dalam pembelian mereka. Proses tersebut merupakan sebuah proses penyelesaian masalah pada kegiatan manusia untuk membeli sebuah barang atau jasa dalam memenuhi kebutuhannya. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian bisa di dapat dari faktor lingkungan, sosial, faktor budaya, faktor pribadi dan faktor psikologis (Kotler, Amstrong, 2006). Dalam hal ini penulis mengambil riset sederhana pada beberapa warga desa Karang Mukti, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Subang, dan mewawancari sedikitnya 3-5 narasumber yang diduga aktif menjadi nasabah berbagai pinjaman online Ilegal. Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa motif yang mereka gunakan untuk memutuskan memakai jasa pinjaman online ilegal adalah karena terdesak kebutuhan, kebingungan dalam meminjam uang dikarenakan orang-orang terdekat mereka pun memiliki perekonomian yang sama sulitnya. Tak hanya itu, seringkali kebutuhan-kebutuhan urgensi memaksa mereka untuk mendaftar jadi nasabah peminjam di Pinjaman Online Ilegal, seperti anak sakit, istri melahirkan, orang tua yang harus di operasi, dan membayar hutang-hutang mereka yang lain. Diantara ke 5 narasumber, 2 orang merupakan karyawan swasta, dan 3 merupakan pekerja serabutan. Dari ke 5 narasumber mereka mengaku pernah meminjam pada pinjaman online yang bernama Dompet Gajah, Rupiah Cepat, Tunai Kita, Kredit cepat kilat, dan Uang Cepat. Tak bisa di pungkiri, bagi mereka yang karyawan swasta mengambil resiko tersebut dilatar belakangi gaji bulanan yang seringkali terlambat dibayarkan, dan bagi mereka yang pekerja serabutan tentunya karena sulitnya mendapatkan pekerjaan, minim penghasilan tetapi kebutuhan sehari-hari untuk makan dan keluarga harus tetap ada. 

 Pada prosedur peminjaman di Pinjaman Online Ilegal, mereka mengatakan bahwa syarat-syaratnya lebih mudah daripada pinjaman-pinjaman online lainnya , seperti mengunggah data diri, termasuk foto KTP, dan Slip gaji bagi karyawan/surat keterang usaha bagi UMKM atau diluar karyawan. Namun ada hal yang tidak terduga bagi mereka,yaitu potongan yang jauh lebih besar dari dana yang dipinjam, misalkan nasabah meminjam Rp. 500.000 sementara uang yang masuk hanya Rp. 250.000, dan dalam waktu 12 hari nasabah diharuskan membayar sebanyak Rp 800.000. Informasi mengenai pinjaman online ilegal ini mereka dapatkan dari istilah dalam bahasa sunda 'tatalepa' atau dapat diartikan 'dari mulut ke mulut' dalam bahasa Indonesia. Platform pinjaman online ilegal ini diluar Play store atau App store dan hanya tersedia pada website-website tertentu. Selain dana pinjaman yang masuk potongannya sangat besar dan bunga yang harus dibayarkan sangat mencekik nasabah, cara Developer pinjaman online ilegal menagih nasabah terkesan sangat tidak sopan, yang tentunya disertai ancaman dan umpatan. Menurut pengalaman mereka ,cara developer menelepon kontak-kontak yang terhubung di gawainya pun sangat kasar, dan hal ini berdampak terhadap nama baik mereka. Mereka merasa diperlakukan sangat tidak hormat, diteror , dan dicemooh tetangga hanya untuk uang yang tidak seberapa. Tidak ada itikad baik dari pihak Developer untuk sama-sama bernegosiasi, padahal dari ke 5 narasumber sudah mengajukan negosiasi dan berniat untuk membayar walaupun dengan dicicil. Hingga saat ini, mereka tidak bisa memastikan untuk tidak terjaring lagi karena apa yang sudah terjadi itu semua didasari hal-hal yang tidak bisa mereka duga, namun kali ini mereka semua berusaha bagaimanapun caranya agar tidak menghadapi masa sulit yang pernah dialami, setidaknya yang mereka lakukan sekarang adalah berusaha lebih keras, mencari nafkah halal, dan menyisihkan uang untuk ditabung yang mana suatu saat nanti akan mereka pergunakan untuk keperluan-keperluan urgensi. 

Daftar Pustaka

Rumondang, A. (2018, April). The Utilization Of Fintech (P2P Landing)as SME's Capital Solution in Indonesia: Perspective ini Islamic Economics (Qirad). In International Conference of MoslemSociety (Vol. 2, pp. 12-22).h.18.

Andi Hamzah, 1989, Aspek-Aspek pidana DI Bidang Komputer, Jakarta, Sinar Grafika;26

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun