Pagi itu, aku terbangun dengan perasaan tak biasa. Jam di HP menunjukkan pukul 06.00 WIB, masih terlalu pagi untukku membuka mata. Seharusnya aku bangun satu jam lagi, begitu pikirku dalam hati.Â
Hari itu, Jumat, 14 Februari 2014 adalah Hari Kasih Sayang atau Hari Valentine. Aku sudah mempersiapkan sejumlah coklat untuk diberikan kepada teman-temanku saat berangkat kuliah sesi satu nanti.Â
Aku pun memaksakan diri turun dari ranjang dan membuka pintu. Kamar kosku ada di lantai dua di salah satu daerah di Sleman, Yogyakarta.Â
Oleh karena itu, ketika aku membuka pintu kamar, langit dan taman di bawah kamarku langsung bisa terlihat. Namun anehnya, langit pagi itu berwarna merah menyala. Aku sempat tertegun agak lama karena mengira itu adalah hari kiamat.Â
Barulah kemudian aku menyadari ada yang tidak beres tatkala kakiku menyentuh butiran debu kasar di lantai. Abu? Tanyaku dalam hati.Â
"Gunung meletus, nik!" kata penjaga kosku dari bawah. Aku pun langsung menutup kamar sebelum debu itu masuk ke kamarku dan mencari berita.Â
Benar saja, Gunung Kelud meletus semalam. Gunung yang terletak di perbatasan Kediri - Blitar, Jawa Timur itu meletus pada 13 Februari 2014, tepatnya pukul 22.50 WIB. Namun alangkah apesnya, abu itu terbawa ratusan kilometer hingga Jawa Tengah.
Kompas.com mencatat, Solo, DIY, Ponorogo, Boyolali, Magelang, Malang, Pacitan hingga Temanggung dan Purworejo ditutupi abu vulkanik tebal di hari itu.Â
Panik, itu yang aku rasakan kala itu. Semua perkuliahan dibatalkan dan hari Jumat adalah jadwalku untuk pulang ke Solo. Sejujurnya, aku bingung bagaimana harus pulang dan mencari makanan di tengah 'salju' putih setebal itu.Â
Untung, masih ada sisa nasi semalam dalam rice cooker yang aku makan dengan lauk seadanya. Kemudian, aku memberanikan diri keluar kos dengan menggunakan masker dan jaket. Semuanya tertutup abu putih. Jarak pandang pun sangat pendek.Â