Mohon tunggu...
irdayantidalimunthe
irdayantidalimunthe Mohon Tunggu... Mahasiswi S2

Jurusan Linguistik

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Komunikasi Digital Remaja Masa Kini "Anjir, Goks, Gaskeun!"

8 Maret 2025   06:40 Diperbarui: 8 Maret 2025   06:40 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://shorturl.at/ycmzP

Bahasa selalu mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman, teknologi, dan budaya. Salah satu bentuk perubahan bahasa yang signifikan di era digital adalah munculnya slang atau bahasa gaul dalam komunikasi remaja. Slang berkembang pesat dalam media sosial, di mana remaja Indonesia menjadi kelompok pengguna utama yang sering menggunakan bahasa ini dalam percakapan daring di platform seperti Instagram, TikTok, Aplikasi X, dan WhatsApp. Fenomena penggunaan slang di media sosial tidak hanya sekadar tren, tetapi juga menjadi bagian dari identitas kelompok. Remaja sering kali menggunakan slang untuk menunjukkan kedekatan dengan teman sebaya, mengikuti perkembangan tren digital, serta membentuk eksklusivitas dalam komunitas mereka.

Fenomena ini sejalan dengan pandangan Penelope Eckert dan Sally McConnell Ginet dalam bukunya “Language and Gender” (2003), menyebutkan: “Slang serves as a tool for social identity and group membership, allowing adolescents to distinguish themselves from adults and to assert their individuality and solidarity within their peer group”. Artinya, slang berfungsi sebagai alat identitas sosial dan keanggotaan kelompok, yang memungkinkan remaja membedakan diri dari orang dewasa dan menegaskan individualitas serta solidaritas dalam kelompok teman sebaya mereka. Penggunaan bahasa slang dikalangan remaja ini bukan hanya soal ekspresi linguistik semata, tetapi juga berkaitan erat dengan dinamika sosial yang berkembang dalam interaksi mereka sehari-hari.


Salah satu contoh fenomena bahasa slang yang populer di Indonesia adalah “Anjir, Goks, Gaskeun!”, yang sering digunakan untuk mengekspresikan emosi atau mendorong suatu tindakan. Ketiga kata ini mengalami perubahan makna akibat penggunaannya yang semakin luas dalam komunikasi digital. Slang yang muncul di media sosial memiliki pengaruh terhadap perubahan struktur bahasa, pola komunikasi, dan pemaknaan kata. Beberapa bahasa slang yang sebelumnya memiliki konotasi negatif dapat mengalami ameliorasi (perubahan makna menjadi lebih positif), sementara yang lain mengalami pergeseran makna sesuai dengan konteks penggunaannya. Bahasa slang yang awalnya hanya digunakan dalam kelompok kecil dapat menyebar luas dan menjadi bagian dari kosakata sehari-hari dalam komunikasi informal.


Meskipun slang sering dianggap sebagai bahasa yang tidak formal, slang memiliki fungsi komunikasi yang terbilang efektif di kalangan remaja. Penggunaan bahasa slang memungkinkan mereka untuk menyampaikan pesan secara ringkas, cepat, dan bervariasi. Dalam perkembangan digital yang sangat cepat, efisiensi komunikasi menjadi sangat penting, dan bahasa slang memenuhi kebutuhan ini. Namun perlu di garis bawahi bahwa penggunaan slang harus di sesuaikan dengan konteks dan lawan bicara. Dengan demikian, kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai gaya bahasa menjadi keterampilan komunikasi yang menarik bagi remaja di era digital ini.


Kata “Anjir”, awalnya berasal dari kata “Anjing”, yang memiliki konotasi kasar atau negatif dalam bahasa Indonesia. Namun, dalam komunikasi digital, “Anjir” mengalami ameliorasi, di mana maknanya menjadi lebih ringan dan digunakan sebagai ekspresi keterkejutan atau kekaguman. Misalnya, dalam konteks media sosial, seseorang bisa menulis;
“Anjir, bagus banget hasil gambarnya!”Dalam penggunaan ini, kata "Anjir" bukan lagi ungkapan yang kasar, tetapi berfungsi sebagai penanda ekspresi spontan yang tidak mengarah pada makna yang menyinggung / menyerang seseorang.


“Goks” kata ini berasal dari “Gokil”, yang awalnya berarti sesuatu yang luar biasa atau di luar kebiasaan. Dalam perkembangan di era digital, kata “Goks” mengalami pemenggalan kata yang membuatnya lebih ringkas dan mudah diucapkan dalam percakapan daring. Ujaran ini sering digunakan untuk mengekspresikan kekaguman terhadap sesuatu yang dianggap mengesankan, misalnya;“Goks! Juara 1, hebat banget!”. Selain itu, kata "Goks" tidak hanya menjadi ekspresi kekaguman, tetapi juga memiliki fungsi sosial dalam membangun interaksi yang lebih santai di antara pengguna media sosial, khususnya remaja.


“Gaskeun” kata ini berasal dari kata “Gas”, yang berarti memulai atau melanjutkan suatu tindakan. Kata ini sering digunakan sebagai bentuk ajakan atau motivasi untuk segera melakukan sesuatu. Misalnya, “Bulan depan ada film action baru kayanya seru deh, gaskeun nonton!”. Dalam konteks komunikasi digital, “Gaskeun” menjadi ungkapan yang menggantikan kata-kata seperti “Ayo!” atau “Lanjutkan!”, menunjukkan bagaimana slang dapat menciptakan ekspresi baru yang lebih sesuai dengan gaya komunikasi generasi muda.


Dalam konteks Teori Mediasi Linguistik Digital yang dikembangkan oleh Tagg, Sargeant, dan Brown (2017), menjelaskan bahwa bahasa dalam media sosial tidak hanya mengalami perubahan secara struktural, tetapi juga mengalami mediasi oleh teknologi digital yang memungkinkan pengguna untuk membentuk, menyebarkan, dan menafsirkan makna ujaran secara fleksibel. Makna suatu ujaran dalam komunikasi daring tidak hanya bersumber dari makna leksikalnya, tetapi juga dari konteks penggunaan, interaksi sosial, dan fitur teknologi yang tersedia dalam platform digital, seperti komentar, emoji, hashtag, dan meme. Dalam hal ini, slang seperti “Anjir, Goks, Gaskeun!” tidak hanya dipahami dari makna dasarnya, tetapi juga dari bagaimana kata-kata tersebut digunakan oleh komunitas digital dalam berbagai situasi.


Penting untuk diakui bahwa slang memiliki peran dalam membangun identitas dan keakraban dalam komunitas digital. Ketika anggota komunitas menggunakan slang yang sama, mereka akan merasa lebih dekat satu sama lain dan lebih mudah untuk berinteraksi. Namun, slang juga dapat menimbulkan potensi kesalahpahaman atau miskomunikasi. Ini menjadi salah satu tantangan pengguna slang jika digunakan dalam konteks yang tidak dipahami oleh semua orang. Misalnya, seseorang yang tidak terbiasa dengan slang mungkin akan merasa bingung atau bahkan tersinggung ketika mendengar kata “Anjir”. Hal tersebut akan memicu kesenjangan komunikasi atau bahkan konflik karena tidak memahami arti slang tersebut yang sebenarnya.


Selain itu, penggunaan slang yang berlebihan juga berdampak negatif pada perkembangan bahasa Indonesia baku. Remaja yang terlalu dominan menggunakan bahasa slang mungkin akan kesulitan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar jika berada dalam situasi formal. Hal ini dapat menyebabkan penurunan bahasa Indonesia secara menyeluruh. Oleh karena itu, penting untuk menjaga keseimbangan antara penggunaan slang dan bahasa Indonesia baku agar komunikasi dalam berbagai situasi tetap efektif dan sesuai dengan konteks.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun