"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah..."
Ayat ini bukan sekadar perintah untuk memeluk agama secara formal. Ia adalah panggilan lembut tapi kuat, agar manusia kembali mengorientasikan seluruh keberadaannya -- wajah, hati, pikiran, tindakan --menuju satu poros: Allah.
Menghadap dengan lurus artinya: tanpa miring oleh ambisi, tanpa goyah oleh arus dunia, tanpa kabur oleh kebimbangan. Ini bukan sekadar tentang ritual, tapi tentang keutuhan arah hidup.
"...fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu."
Fitrah itu benih cahaya yang ditiupkan sejak ruh ditiup ke janin. Ia bukan ciptaan luar yang dipaksakan, tapi suara dalam yang sejak awal sudah tahu arah. Fitrah adalah kecenderungan ilahiah dalam diri setiap manusia -- untuk mencintai kebaikan, membenci kebatilan, merindukan yang abadi. Kita tidak perlu belajar mengenali Tuhan dari luar -- karena jejak-Nya sudah tertulis di dalam.
Maka kehidupan sejati bukanlah penemuan, melainkan pengingatan.
"Tidak ada perubahan pada fitrah Allah."
Ini baris yang menghentak...
Ia berkata: dunia boleh berubah, sistem bisa rusak, nilai bisa dikacaukan--tapi cahaya asal dalam diri manusia tetap sama, suci, murni. Zaman boleh canggih, teknologi boleh melesat, tapi kebutuhan terdalam manusia tetap satu: mencari makna, mencintai kebenaran, dan pulang kepada-Nya.
Fitrah tidak bisa dimusnahkan. Ia hanya bisa ditutupi oleh debu pilihan, dilupakan oleh kebisingan dunia. Tapi ia akan selalu ada -- mengetuk pelan, mengganggu di tengah kesenangan yang kosong, membangunkan di malam-malam tanpa arah.
"(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
Agama dalam konteks ini bukan institusi, tapi jalan pulang -- jalan alami jiwa menuju Tuhan.
"Lurus" di sini artinya: tidak membingungkan, tidak rumit, tidak membelit. Tapi kenapa banyak manusia tak mengetahuinya?
Karena kita sibuk mengukir wajah palsu di luar, sampai lupa wajah asli yang Tuhan ciptakan di dalam.
Ayat ini bukan sekadar petunjuk...
Ia adalah undangan untuk menjadi versi paling asli dari diri kita, yakni: jiwa yang menghadap dengan jujur kepada Sang Pencipta.
Selanjutnya pada QS Ar-Ra'd:11 difirmankan...
"Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri."
(QS. Ar-Ra'd: 11)