Tak seperti biasanya, malam ini Ayah pulang dengan sedikit tergesa. Dengan raut gelisah, beliau memanggilku dan dua adikku--Aisyah dan Abdullah.
"Mari sini, anakku! Ayah akan bicara pada kalian!" ucapnya lembut.
Abdullah duduk di samping Ayah, sedang aku dan Aisyah duduk di depannya. Kulihat ada sedikit tegang di raut muka beliau, tapi mata itu tetap memancarkan kelembutan. Dipandangnya kami bergantian, menghela napas panjang.
"Malam ini, ayah akan pergi menemani Rasulullah sholallahu alaihi wa salam. Asma dan Abdullah mendapat amanah menjalankan tugas mulia dan rahasia." Mata Ayah dalam menatapku dan Abdullah bergantian.
Dengan pelan dan tegas, Ayah menerangkan tugas yang harus kami lakukan. Tugas yang berat, karena menyangkut keselamatan Kanjeng Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa salam.
Aku mendapat tugas mengirim makanan untuk Kanjeng Nabi dan Ayah yang akan menginap beberapa malam di Gua Tsur. Abdullah mendapat tugas menggembala kambing melewati jalan menuju Gua Tsur, dengan tujuan untuk menghapus jejak kakiku ketika mengirim makanan.
Aku tahu, perjalanan Kanjeng Nabi dengan Ayah amat berat dan berbahaya. Beliau berdua, hijrah ke Yatsrib melewati jalan yang tak pernah dilewati orang pada umumnya.
"Kalian siap memegang dan menjalankan tugas yang diamanahkan Rasulullah pada kalian?" Tegas pertanyaan Ayah.
"Ya, Ayah, saya akan melaksanakan amanah ini," jawab Abdullah yakin.
"Saya juga siap, Ayah."
"Ayah yakin, kalian adalah anak yang bisa diandalkan." Diusapnya kepala kami bergantian.