"teet.. teet.. teet.. teet.. teet.."
alarm telepon genggam ku berbunyi, namun aku malas untuk melihatnya, aku tahu hari ini adalah hari sabtu, hari dimana semua aktifitas terasa sangat lambat dan berat.
namun aku teringat oleh sesuatu, aku teringat oleh janji yang aku katakan kepada mereka dua minggu yang lalu.
"teet.. teet.. teet.. teet.."
segera ku raih telepon genggam ku dan beranjak dari tempat paling ternyaman dalam hidup ku, dipan tanpa ukuran dan bentuk, yang ku susun dengan tumpukan busa dan ku lapisi dengan balutan seprai berbahan katun bermotif abstrak.
langsung ku raih handuk yang tergantung dibalik pintu kamar kosan yang hanya berukuran 3x3 m2, dan juga kamar mandi yang berada di dalam kamar membuat kamar kosan ku terliat sangat sempit, namun aku tidak peduli dengan ukuran, aku hanya ingin berkarya dan membuktikannya kepada papa, aku harus membuktikannya, karena papa selalu mendeskriditkan ku ketika aku berkarya di bidang seni.
aku yang harus kuliah dibidang yang bukan keinginan ku, bukan keahlian ku, karena papa adalah sorang ahli ekonomi yang bekerja untuk pemerintah maka aku harus mengikuti jejak dan langkahnya.
"sial.."Â
teriak ku, karena air di kosan mati, aku hanya menyempatkan untuk mengosok gigi dengan air yang tersisa di bak penampungan air dan mencuci muka lalu bergegas untuk mengganti pakaian.
"dit.. lo udah sampe?"
aku menelepon Adit, teman SMA ku yang lebih beruntung menurut ku, sekalipun dia tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas tapi bakat dan minatnya tersalurkan dengan baik, dan dia pun dapat menjadikan bakatnya itu menjadi pekerjaan yang mengasilkan uang.