Mohon tunggu...
Iqbal Elhakim
Iqbal Elhakim Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Mahasiswa fakultas hukum Universitas Djuanda Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Wanita Tua dan Pendiriannya

22 Agustus 2014   06:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:54 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14086407531496490139

Udara dingin pegunungan menyayat kulit siapa saja yang berani berpakaian tanpa pelapis penghangat tubuh, fajar itu suara adzan subuh menggema dengan lembut, hiruk pikuk pondok pesantren Darul Qur'an bergemuruh memekakkan telinga siapa saja yang masih tertidur nyenyak.

Di lantai dua para santri sibuk lalu lalang bersiap memenuhi kewajiban mereka, penjaga asrama menghampiri pintu-pintu tiap kamar tidur santri, di hentaknya pintu-pintu yang masih tertutup rapat hingga berdebam-debam, segayung air dingin siap menghujani santri manapun yang masih sengaja tertidur nyenyak dalam mimpi-mimpinya.

Suasana fajar di pondok yang tidak pernah terlupakan, suasana khas dari keheningan malam hingga tiba-tiba membuncah bergemuruh bak sedang terjadi teror bom di sebuah hotel, di fajar itu semua orang bangun untuk melakukan rutinitas sehari-hari.

Nenek selalu bangun lebih dulu di bandingkan para penghuni pondok, umurnya hampir 80 tahun, tubuhnya masih tegap meski kulitnya sudah keriput, giginya hanya tersisa beberapa buah saja, beliau memakai gigi palsu.

Air dingin fajar hari tidak sedikitpun menciutkan Nenek untuk mengambil air wudhu guna beribadah, setelah shalat subuh nenek membaca Al Qur'an dan meneruskannya dengan memuji-muji Tuhan dengan irama-irama yang melantun mengitari seisi kamarnya hingga pagi, sebuah persembahan mulia seorang hamba yang di sayangi Tuhannya, kupikir Tuhan pasti tersenyum setiap pagi melihat Nenek.

Nenek telah lama menjadi sukarelawan di pondok untuk membantu urusan perut para siswa, beliau memasak nasi hingga lauk pauk yang siap di santap para santri.

Nenek cukup lama di tinggal Kakek yang lebih dulu menghadap tuhan, beliau memiliki anak-anak yang cukup sukses, meski begitu beliau memilih hidup dengan tenaga sendiri, dan berusaha untuk bisa bermanfaat untuk orang lain, beliau memilih tinggal di pondok di bandingkan tinggal dengan anak-anaknya yang bisa mengurus dan mencukupi segala kebutuhannya, keputusan yang begitu mulia mengingat banyak orang-orang punya cita-cita di hari tua ingin istirahat dalam kecukupan tanpa harus berkerja, Nenek justru sebaliknya.

Nenek cukup lama di pondok, beliau terus bekerja setiap hari, kuperhatikan ibadahnya pun tidak pernah putus, tidak jarang Nenek sakit di persendiannya, pegal-pegal karena terus beraktivitas setiap hari, tetapi tidak lama beliau sehat kembali dan menjalankan tugasnya dengan baik.

Suatu pagi matahari memancarkan sinarnya yang terang, menghangatkan setiap raga manusia setelah dihantam dinginnya malam di daerah pegunungan, hiruk pikuk pondok terlihat seperti biasanya, angin berhembus kecil membelai lembut pucuk-pucuk dedaunan, butiran embun menggelinding jatuh ke tangkai muda di bawahnya, tidak lama tersentuh sinar matahari dan menguap di udara.

Nenek berjalan mnyusuri anak tangga, menuju pondok, tangan kanannya menggenggam sebungkus lontong yang di belinya pagi itu, satu langkah yang salah nenek terjatuh, lengan kirinya menghentak tangga, sontak beliau menyebut-nyebut nama Tuhannya sambil meringis kesakitan, beberapaorang santri bergegas menghampiri beliau untuk memberi pertolongan, digotongnya Nenek ke dalam pondok. Setelah di periksa ternyata lengan kirinya terkilir, hilang sudah hari itu, Nenek tidak bisa berkerja, beliau harus meringkuk di kamar sampai kesehatannya pulih.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun