Mohon tunggu...
Iqbal Ahmad Naufal
Iqbal Ahmad Naufal Mohon Tunggu... Freelancer - Berani Berpendapat

Seorang Sarjana Ilmu Komunikasi dengan IPK yang pas-pasan. Berposisi sebagai rakyat yang suka mengamati politik, tetapi tidak ingin terjun ke politik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dinasti Politik Hanya Tentang Persepsi

6 Juni 2020   16:05 Diperbarui: 11 Oktober 2020   20:09 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dinasti Politik adalah kekuasaan yang secara turun temurun dilakukan dalam kelompok keluarga yang masih terikat dengan hubungan darah tujuannya untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan. Dengan Dinasti politik pergantian Kepemimpinan mirip Kerajaan, sebab kekuasaan di wariskan turun temurun dari pemilik dinasti kepada ahli warisnya agar kekuasaan tetap berada di lingkungan keluarga.

Boleh saja pemikiran yang anti dinasti politik kita nyatakan subjektif. Namun di sisi lain, patut pula dipikirkan benarkah politik dinasti berimplikasi terhadap kemajuan daerah?

Contoh secara nyata saya ambil dari Megawati Soekarno Putri yang telah mempraktikannya, yang mungkin biasa kita sebut dinasti politik. Pada waktu itu, Taufik Kiemas adalah orang yang mendorong istrinya menjadi anggota DPR RI pada 1986 dan tidak mungkin Taufik Kiemas mendorong Megawati kalau bukan karena anak Soekarno (Proklamator / Presiden RI ke-1). Yang terakhir Taufik Kiemas dan Megawati menjadi penyokong utama anaknya, Puan Maharani (Sekarang Ketua DPR RI), menjadi ikon PDIP ke depan meskipun prestasi Puan selama ini banyak dipertanyakan. 

Dinasti Politik tidak hanya ada setelah era reformasi, tetapi sudah tumbuh sejak era orde baru, yakni yang terpusat pada keluarga Soeharto atau keluarga Cendana. Di sekitar keluarga Cendana, menurutnya, tumbuh lagi politik dinasti lainnya yang melingkungi yang dikenal dengan kroni-kroni keluarga Cendana. Namun, politik dinasti pada saat itu tidak begitu terbuka karena sistem politiknya memang belum terbuka.

Tetapi, pada era reformasi saat ini, dinasti politik menjadi lebih populer dan sering menjadi sorotan masyarakat karena sistem politik di Indonesia sudah lebih terbuka. Dari sekian banyak pandangan negatif tentang dinasti politik, ada juga sisi positifnya, yaitu yang terletak pada pemilihan kepala daerah serta kiprah kepala daerah, antara lain, figur yang tampil sebagai calon kepala daerah sudah lebih dikenal masyarakat dan sudah menjalani pendidikan politik di dalam keluarganya, sehingga sudah memiliki modal politik. Figur dari politik dinasti, sudah memiliki rekam jejak politik yang panjang sesuai dengan perjalanan karir politik keluarganya. Dalam sejarah sudah banyak terjadi dan masyarakat pun menerima.

Jadi, apakah benar fenomena yang terjadi di negara ini bisa kita sebut dinasti politik? Sejak memasuki masa reformasi, Indonesia merepresentasikan sebagai negara demokrasi yang sesungguhnya, yang menentukan jadi tidaknya seorang pemimpin adalah kepercayaan rakyat melalui mekanisme Pemilihan Umum. Dalam hal pencalonan kader untuk Pemilihan Legislatif maupun Pemilihan Kepala Daerah, semua itu urusan partai. Jadi, jika terjadi problematika dinasti politik, itu berasal dari tubuh partai.

Pemerintah tidak bisa ikut campur, apalagi Mahkamah Kontitusi pada 8 Juli 2015 melalui putusan 33/PUU-XIII/2015. Pasal 7 huruf r UU 8/2015, menurut MK, mengandung diskriminasi dan bertentangan dengan Pasal 28 ayat (2) UUD 1945. Sesuai dengan putusan MK, pelarangan dinasti politik dan politik dinasti dihapus permanen dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 yang menjadi dasar pelaksanaan pilkada serentak selama ini. Di pasal 7 setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai kepala daerah. Secara konstitusi tak ada yang dilanggar dengan majunya seseorang dari lingkaran keluarga. 

Masyarakat dengan porsinya sendiri tentu ingin proses politik berjalan dengan baik. Itu adalah hak partisipatif dari masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kendali tertinggi atas negara. Tetapi ketika masuk masa pencalonan, itu masuk urusan partai yang bersangkutan. Partai punya perhitungan sendiri siapa yang menang dan siapa yang tidak itu kembali pada kepentingan partai tersebut.

Masyarakat hanya perlu cermat dalam memilih calon pemimpinnya.

Baca dan berdiskusilah. Yang saya tulis hanyalah pendapat pribadi yang tidak mempresentasikan pihak manapun. Jangan melakukan judgement sepihak karena selalu melihatnya hanya dari sisi negatif.

Sekian.
Semoga Indonesia makin maju, adil, dan makmur!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun