Mohon tunggu...
Muhamad Iqbal
Muhamad Iqbal Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Komunikasi

Bukan buzzer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Sembunyi-sembunyi adalah Sakit

20 Desember 2020   10:39 Diperbarui: 20 Desember 2020   10:58 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ada lelaki yang sedang terlentang diatas kasur, Sudah jam 11 pagi. Aku tak tau jam 11 apakah masih pagi atau sudah siang, yang jelas ia sedang menatap layar handphonenya. Ada banyak notifikasi pesan yang bermunculan, tak ada yang dibuka oleh Ia. Ia hanya menatap lurus, tak menyentuh,tak memainkannya, dan benar benar hanya menatapnya. Tatapan kosong. 

Satu pesan muncul dari temannya yang menanyakan perihal progres proyek akhir semester. Kali ini mau tidak mau Ia harus membukanya, tapi hanya untuk dibuka, tidak dibalas, hanya meninggalkan jejak centang biru disana. Ia masih cukup malas untuk sekedar mengetikan jawaban pendek dengan jemarinya. Masa bodoh pikir lelaki itu. Ia kembali menatap layar handphone, terlihat ramai sekali pesan-pesan bersautan. Ia menatap redup mengantuk. Satu pesan kemabali masuk dari temannya yang tadi. Nampaknya ia cukup tersinggung pesannya tidak dihiraukan. Kali ini nada pesannya meninggi, temannya menulis dengan huruf kapital semua !!!! Lelaki itu membalas pendek " okree wkwkwkwkwk".

Sekedar info saja, kini ada semacam kewajiban untuk menyematkan "wkwkwkwkwk" pada akhir kalimat percakapan. Orang-orang percaya, konon sekumpulan huruf itu bisa meminimalisir kesalahpahaman. Sungguh lucu sekali ketika ada orang-orang yang percaya kepada kemunafikan. Percayalah !!!! tak ada orang yang segembira itu untuk membalas pesan mengenai tugas yang sungguh brengsek ini dengan tertawa, apalagi jika bukan untuk formalitas dan kewajibal moral sosial.

Lelaki itu masih terlentang dengan handphone di tangan, tak ada yang berubah kecuali posisi sprei yang semakin semrawut. Ia berusaha tidur tapi tidak dengan pikirannya. Sudah 7 malam ia tidak tidur karena harus mengerjakan tugas dari kampus, walaupun sebenarnya ada perihal yang lebih besar yang membuat ia tidak kunjung tidur.

Adzan berkumandang, ia lupa hari ini hari Jumat. Bergegas ia mandi lalu berangkat sholat jumat. Di masjid taka da yang namanya ke-khusyukan, yang ada kepalanya  manggut-manggut selama khotbah berlangsung. Beruntung bacaan surat pak kyai saat itu pendek-pendek, ia pulang cepat kerumah kontrakan. Di rumah ia lemparkan sarung ke atas ranjang yang kini semakin semrawut dengan kehadiran sarung lusuh disana. Ia kembali memegang handphone, kembali menatapnya, kembali malas untuk membalas pesan-pesan.

"Sialan Aku masih mengantuk rupanya"

Keluarlah ia menuju ke pasar, barangkali ada cilok atau siomay goreng untuk mengganjal ngantuknya yang tak bisa ia tahan lebih lama lagi. Pilihan akhirnya jatuh pada soto sokaraja depan praktik dokter Pak Iwan.

"Bungkus bu satu, kuahnya dipisah, jangan pakai kubis"

Ibu penjual soto sokaraja cekatan mengambil panci, Ibu itu sekarang menjerang air, lalu mengulek bumbu di leyeh, merajang cabai dan bawang-bawangan. Kakinya tak berhenti melangkah, tangannya tak berhenti mencomot sana-sini, mulutnya juga tak berhenti bertanya pertanyaan basa-basi.

"Bajilakk, Aku sedang malas bicara, tapi mulutnya kok terus nyerocos seperti mobil patwal dijalan, menyesal tadi tidak membeli cilok priangan saja " Lelaki itu menggerutu sembari manthuk-manthuk mengiya-iyakan semua ocehan ibu penjual soto sokaraja itu. Akhirnya,

" Sudah mas ini sotonya"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun