Mohon tunggu...
Iwan Permadi
Iwan Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja kreatif televisi dan Guru Bahasa Inggris

a freelance tv creative

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Sistem Keuangan (Sebuah Refleksi)

31 Oktober 2014   00:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:07 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketidak-stabilan sistem keuangan pasti berita buruk bagi dunia usaha dan perekonomian negara dan pada gilirannya akan mengganggu kesejahteraan masyarakat dan ketahanan serta pertahanan negeri yang dilanda.

Sistem Keuangan yang stabil memang harus dimiliki suatu negara untuk mengalokasikan dana yang terbatas sebagai pengaman (hedge) bila terjadi gangguan baik sentimen pasar dan gejolak ekonomi dunia terhadap sektor riil (kegiatan ekonomi bukan pasar modal) dan sistem keuangan (investasi).

Sistem keuangan yang kuat mampu menjaga kepercayaan masyarakat terutama pelaku pasar baik dalam investor pasar modal dan sektor riil. Hal ini sangat krusial bagi keberlangsungan suatu negara yang harus terus membangun dan ekonomi yang berjalan dengan baik dan stabil yang merupakan urat nadi penting dalam mensejahterahkan masyarakatnya

Contoh gangguan ekonomi internal adalah pasar keuangan (investasi portfolio) yang terganggu akibat sentimen pasar misalnya pemerintahan yang tidak dipercaya baik secara kebijakan juga pejabat pemerintahannya yang kurang integritas (kejujuran) dan kurang profesional (keahlian dan rekam jejaknya kurang meyakinkan) yang mampu membawa negeri tersebut kedepan dengan baik. Kebijakan yang pro rakyat atau populis boleh saja seperti tidak menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) namun bila harga minyak yang dijual dibawah harga pasar dunia, sementara kebutuhan BBM ini sebagian besar diimpor dari luar negeri dengan harga yang lebih tinggi ini akan menimbulkan respon negatif dari pasar karena negeri ini harus merogoh devisanya untuk memberikan subsidi yang makin tahun makin tinggi besarannya.Hal ini berisiko pada iklim dan resiko pembayaran kepada pihak luar. Harus diakui untuk permasalahan ini memang pemerintah manapun didunia harus peka, jeli dan paham kondisi masyarakat serta daya belinya.

Gangguan ekonomi domestik lainnya adalah kredit macet baik konsumtif maupun investasi. Kredit macet muaranya adalah karena turun dan buruknya daya beli masyarakat serta iklim investasi yang tidak kondusif (mendukung). Daya beli erat kaitannya dengan kondisiekonomi suatu negara misalnya harga-harga komoditas semakin tinggi karena banyak yang harus diimpor dengan harga pasar yang tinggi, pemerintah gagal memberikan kesempatan warganya untuk bekerja alias pengangguran bertambah, pelaku ekonomi tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam mengatasi kekisruhan ekonomi, pemerintah tidak mampu mencegah penyelundupan sehingga merusak harga produk yang diselundupkan, dan terakhir negara dalam konflik atau peperangan baik perang saudara maupun dengan negara lainnya.

Keberhasilan mencegah dan memberikan solusi saat sistem ekonomi mengalami hantaman adalah tetap mampu melakukan fungsi intermediasi (penetapan harga komoditas dan perimbangan nilai ekspor dan impor), pembayaran jatuh tempo dan mendistribusikan resiko-resiko keuangan secara efektif dan efisien. Dengan cara-cara diatas pada fungsinya yang utamamampu menjaga inflasi yang banyak menggerus devisa negara agar pertumbuhan ekonomi tetap positif dan meningkatkan GDP (Gross Domestic Product).

Belajar dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998, dimana Indonesia yang dianggap awalnya punya fundamental ekonomi kuat saat krisis dimulai dari Thailand ternyata rontok juga. Faktor external shock dari kejatuhan ekonomi Thailand memporak-porandakan ekonomi di Indonesia yang disinyalir karena sejumlah faktor “merusak” yaitu:

1.Stok hutang luar negeri “swasta” yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek terjadi diluar pengawasan pemerintah yang mampu menjaga hutang pemerintah dengan baik (prudent). Fakta menunjukkan jumlah pertambahan hutang swasta naik sebanyak 85 persen pada kurun waktu antara 1992 hingga July 1997. Sebenarnya bila hutang swasta yang bejibun ini masuk ke kredit investasi/sektor riil, tentunya dampaknya tidak sedahsyat itu, namun karena masuk ke sektor konsumtif (credit card/pembiayaan jangka pendek), pasar modal dan real estate (property) maka dampak krisis menjadi besar apalagi kinerja ekspor sebagai penyeimbang hukum ekonomi tidak mampu mengimbangi pembayaran-pembayaran kreditjangka pendek ini dan salah satunya turunnya nilai Rupiah terhadap derasnya US Dollar yang masuk kedalam karena capital inflow yang dibutuhkan sektor swasta ini.

2.Lemahnya pengawasan pemerintah dalam sistem perbankan Indonesia, logikanya sejauh mana pemerintah bisa alpa dan cuek sehingga hutang swasta dibebankan kepada negara (perbankan dalam negeri) pada akhirnya? Sistem yang mengatur mekanisme pengendalian, pengawasan dan penegakan hukum kepada pelaku swasta tidak berjalan secara efektif, efisien dan membuat efek jera. Contoh kasus peminjaman kepada kelompok bisnisnya sendiri, konsentrasi/sebagian besar pinjaman kepada pihak tertentu dan lepasnya kontrol 5C (character, capacity, capacity,condition of economy dan collateral) pada pelaku yang sebenarnya tidak layak mendapatkan kredit.

3.Situasi politik yang heboh juga karena tidak jelasnya arah perubahan politik memberikan sentimen negatif kepada perkembangan kondisi ekonomi. Banyaknya “kedekatan-kedekatan” tertentu antara pejabat dan pelaku ekonomi yang menyebabkan adanya hambatan dalam menegakkan keputusan dan peraturan yang ada. Salah satunya ekonomi biaya tinggi yang ditunjukkan dengan adanya biaya siluman yang akhirnya ketika ekonomi mengalami goncangan ini menjadi faktor yang membuat ekonomi RI saat itu kurang cepat recoverynya.

Sebagai kesimpulan dari sejumlah butir pemikiran diatas, pemerintah harus mampu memonitor, mengontrol dan menegakkan hukum perbankan yang seharusnya kepada perilaku dan pelaku hutang dari swasta serta terlepas dari vested interest dengan mereka. Keahlian dan ketegasan ini akan mampu membuat Indonesia terhindar dari krisis ekonomi yang punya potensi untuk datang lagi. Sementara pihak swasta jangan berpikir “tricky” kalau berhutang besar dengan kelayakan data,aset, dan prestasi ekonomi yang di”mark up” akan mempunyai kemampuan membayar sesuai dengan jumlah hutang , bunga dan jangka waktu yang diajukan.

Terakhir keterbukaan, kejujuran dan kehati-hatian wajib ditunjukkan oleh pelaku perbankan dan ekonomi, sebab bila peraturan dan perilaku yang sudah disepakati tidak diimplementasikan akan berakibat lambatnya pertumbuhan ekonomi dan ini sinyal kepercayaan pasar menurun dan berakibat stabilitas politik dan pemerintahan yang dipercaya dipertanyakan kredibilitasnya.

Reference

https://putracenter.wordpress.com/2009/02/10/4-penyebab-krisis-ekonomi-indonesia-tahun-1997-1998-apakah-akan-terulang-pada-krisis-ekonomi-sekarang/

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun