Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seluk-beluk Orientasi Seksual LGBT (Bagian 1)

3 Mei 2016   17:21 Diperbarui: 19 Juli 2016   11:31 4306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Eksorsisme atau ritual pengusiran setan terhadap seorang gay. Ini ekstrim, tak ilmiah, cuma takhayul dan kebodohan. Sumber gambar http://douglaswhaley.blogspot.co.id/2014_06_01_archive.html.

“Tidaklah lazim dalam alam ini homoseksualitas terisolasi sendirian.” (Frans de Waal)

Tulisan ini panjang, penting dan perlu diketahui, dibaca dan dipahami banyak orang dalam masyarakat Indonesia, dan disebarkan. Untuk dapat dipublikasi dalam ruang Kompasiana yang terbatas ini, saya membaginya dalam dua bagian terpisah. 

Bagian pertama fokus pada temuan-temuan sains modern tentang “orientasi seksual” (OS) LGBT. Bagian kedua menguraikan aspek-aspek keagamaan, politis dan yuridis kalangan LGBT. Silakan bagian pertama ini dinikmati dulu. Bagian keduanya terpasang di sini.

Untuk bisa menerima manfaat tulisan ini dengan penuh, anda harus melepaskan semua prakonsepsi anda tentang LGBT yang selama ini anda pertahankan berdasarkan doktrin-doktrin prailmiah keagamaan anda apapun yang sudah tertanam dalam benak anda. Saya ingin ingatkan, agama itu memiliki kekuatan untuk membuat anda yakin bahwa anda benar tapi dengan tetap salah. Inilah agama pembodohan. Rangkullah agama yang mencerdaskan. 

Pada tahun 1973 The American Psychiatric Association (APA) mencabut homoseksualitas dari Manual Statistik dan Diagnostik Penyakit Mental (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder atau DSM), dus posisi sebelumnya (1952) yang melihat homoseksualitas sebagai suatu penyakit mental dianulir./1/ Langkah progresif ini kemudian di tahun 1975 diikuti oleh The American Psychological Association (APA) dan The National Association of Social Workers (NASW) di Amerika Serikat.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) PBB pada 17 Mei 1990 juga mengambil posisi yang sama, yang sudah dicantumkan dalam pedoman klinis WHO tahun 1992 yang diberi judul ICD-10 (International Statistical Classification on Diseases and Related Health Problems-10). Kemudian, dengan dilandasi sejumlah pertimbangan penting yang diuraikan dalam sebuah kertas kerja Komisi HAM (HRC) PBB tanggal 24 September 2014, Komisi HAM PBB ini akhirnya memutuskan pada 26 September 2014 untuk mendukung dan mengakui sepenuhnya HAM kaum LGBT sebagai bagian dari “HAM yang universal”./2/

Tiga lembaga Amerika yang telah disebut di atas (APA, APA, dan NASW) memberi batasan-batasan yang jelas tentang konsep modern OS sebagai “suatu pola kelakuan atau watak yang menetap pada seseorang dalam mengalami ketertarikan seksual, romantik dan afeksional khususnya terhadap laki-laki, perempuan, atau sekaligus terhadap laki-laki dan perempuan.” Karena didorong orientasi seksualnya ini, seseorang “membangun suatu hubungan pribadi yang intim dengan mitra pilihannya untuk memenuhi kebutuhan cinta, persekutuan dan keintiman yang sangat kuat dirasakannya”, hubungan yang dipandangnya “memuaskan dan memenuhi semua harapannya dan merupakan suatu bagian esensial jati diri pribadinya”./3/

Dalam buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ III) edisi 1993, Departemen Kesehatan RI, homoseksualitas tidak dipandang sebagai suatu gangguan jiwa./4/ Pada hlm. 288 buku PPDGJ III tercantum dengan jelas kata-kata ini: “Catatan: Orientasi seksual sendiri jangan dianggap sebagai suatu gangguan.” Menurut keterangan resmi mutakhir dari Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI), terkait dengan OS LGBT, posisi yang disebut dalam PPDGJ III memakai pedoman ICD-10 dari WHO tahun 1992.  

OS ini khas, berbeda dari komponen-komponen seks dan seksualitas lainnya, seperti seks biologis (hal-hal yang mencakup anatomi, fisiologi dan genetika yang membuat seseorang menjadi laki-laki atau perempuan), identitas gender (penghayatan psikologis sebagai laki-laki atau perempuan), dan peran sosial gender (menyangkut perilaku maskulin atau perilaku feminin, yang definisinya diberikan berdasarkan norma-norma kultural yang berlaku dalam suatu masyarakat).

Biasanya OS ini dilihat mencakup tiga golongan, yakni heteroseksual (tertarik secara seksual romantik terhadap mitra seks dari lain jenis), homoseksual (tertarik secara seksual romantik terhadap mitra seks sejenis), dan biseksual (tertarik secara seksual romantik terhadap mitra seks lelaki dan mitra seks perempuan sekaligus). Sekarang ini OS dilihat dalam spektrum yang lebih berwarna-warni yang biasanya disebut sebagai spektrum OS LGBTIQ (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Intersex, Queer). Ini harus ditambah dengan OS hetero, menjadi HLGBTIQ.

Berikut ini, akan panjang-lebar diperlihatkan bahwa riset-riset mutakhir tentang OS ternyata telah berhasil menemukan bahwa bukan hanya heteroseksualitas (pria dan wanita hetero) yang memiliki basis biologis genetik, tapi juga OS lainnya yang digolongkan sebagai lesbian atau gay dan yang lainnya (yakni kalangan LGBT).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
  21. 21
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun