Selama ini, sebagian besar film thriller psikologis menceritakan kisah dari sudut pandang korban. Penonton diajak merasakan ketakutan, penderitaan, hingga perjuangan korban untuk bertahan hidup. Namun, ada satu rumah produksi independen asal Indonesia yang memilih jalur berbeda, dialah Intidom Films.
Berbeda dengan kebanyakan film thriller yang menonjolkan sisi "takut dikejar" atau "terjebak bahaya", Intidom Films justru mengundang penonton masuk ke dalam pikiran pelaku. Bukan untuk membenarkan tindakannya, melainkan untuk memahami bagaimana obsesi, trauma, dan rasa kehilangan bisa berubah menjadi kekuasaan, bahkan kegilaan.
Â
Melihat Dunia dari Kacamata Sang Pelaku
Pendekatan ini membuat film-film Intidom terasa lebih intens dan unik. Penonton tidak hanya menyaksikan apa yang terjadi pada korban, tetapi juga ikut menyelami cara berpikir dan logika para psikopat wanita yang menjadi tokoh utama. Sehingga penonton ikut menyelami logika menyimpang dan kepuasan emosional yang dirasakan pelaku saat mengendalikan orang lain.Â
Dengan lokasi terbatas dan pemain yang minimalis, Intidom Films mampu menciptakan ketegangan melalui interaksi psikologis, bukan sekadar aksi atau kekerasan.
Suasana sunyi, tatapan mata, hingga percakapan singkat antara pelaku dan korban sering kali justru menjadi sumber teror yang paling efektif.
Psikopat Tanpa Alasan: Naluri untuk Menyiksa
Tidak seperti kebanyakan cerita yang mencoba mencari alasan di balik kejahatan, seperti trauma masa lalu atau dendam tersembunyi, karakter psikopat dalam film-film Intidom justru tidak memiliki alasan yang jelas.
Mereka bertindak karena dorongan naluriah, karena ada rasa puas dalam melihat ketakutan, kepasrahan, atau penderitaan orang lain.
Inilah yang secara psikologis disebut sebagai ciri Antisocial Personality Disorder (ASPD), atau gangguan kepribadian antisosial.
Penderita ASPD cenderung: