Mohon tunggu...
intansh
intansh Mohon Tunggu... Mahasiswi Universitas Negeri Semarang

Creative, innovative, ambitious, and conscientious personality.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Investasi atau Ilusi: Menimbang Regulasi Masa Depan Indonesia

7 September 2025   23:00 Diperbarui: 7 September 2025   22:54 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Bayangkan sebuah daerah yang tiba-tiba menjadi magnet investasi. Izin dipangkas, prosedur dipermudah, dan ribuan lapangan kerja dijanjikan. Sekilas terdengar menjanjikan, tetapi pertanyaannya: apakah masuknya modal asing otomatis membawa kesejahteraan, atau justru meninggalkan masalah baru?

Data terbaru menunjukkan realisasi investasi Indonesia pada kuartal II 2025 mencapai Rp 477,7 triliun, tumbuh 11,5 persen dibanding tahun lalu dan menyerap lebih dari 665 ribu tenaga kerja. Namun, pertumbuhan ini lebih banyak ditopang investor domestik yang naik 30,5 persen, sementara investasi asing justru anjlok 6,95 persen penurunan terdalam sejak 2020. Angka-angka ini mengingatkan kita bahwa kepercayaan investor asing bisa goyah, dan kekuatan regulasi domestiklah yang menentukan daya tarik investasi jangka panjang.

Tantangannya jelas: bagaimana menyeimbangkan kemudahan berusaha dengan kepastian hukum. Birokrasi yang ramping memang penting, tetapi aturan yang sering berubah hanya menambah ketidakpastian. Investor butuh stabilitas, dan pekerja butuh perlindungan. Fleksibilitas tenaga kerja tanpa jaminan sosial hanya akan melahirkan pekerjaan rapuh. Di sisi lain, UMKM sebagai tulang punggung ekonomi membutuhkan lebih dari sekadar izin mudah mereka butuh akses pasar, pendampingan, dan perlindungan dari praktik monopoli.

Kita juga tidak bisa menutup mata pada dampak lingkungan. Morowali Industrial Park (IMIP) adalah contoh nyata. Kawasan ini memang mengangkat PDRB per kapita daerah hingga Rp 1,3 miliar pada 2024 dan menyerap lebih dari 85 ribu tenaga kerja. Namun di balik itu, ada catatan kelam: kecelakaan kerja, isu kerja paksa, polusi, hingga degradasi mangrove dan terumbu karang. Pertumbuhan ekonomi yang gemilang, tetapi dibayar mahal dengan kerusakan sosial dan ekologis.

Karena itu, reformasi regulasi ke depan tidak boleh hanya berfokus pada menarik investasi sebanyak mungkin. Yang lebih penting adalah memastikan bahwa pertumbuhan tersebut inklusif, adil, dan berkelanjutan. Regulasi harus hadir bukan hanya sebagai alat ekonomi, tetapi juga sebagai pagar sosial dan lingkungan. Hanya dengan keseimbangan inilah investasi akan benar-benar menjadi jalan menuju kesejahteraan, bukan sekadar ilusi angka di atas kertas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun