Kuliah Kerja Nyata (KKN) selalu menjadi momen yang penuh warna. Bukan hanya tentang mengaplikasikan ilmu di bangku kuliah, tetapi juga tentang membaur dengan masyarakat, belajar dari kehidupan desa, dan berkontribusi nyata meski dengan hal-hal sederhana. Itulah yang saya dan rekan-rekan alami selama 45 hari mengabdi di Desa Teluk Kuali, Kecamatan Tebo Ulu, Kabupaten Tebo.
Hari-hari Awal: Adaptasi dan Sosialisasi
Kegiatan KKN saya dimulai dengan penuh rasa hormat. Hari pertama, saya berkunjung ke rumah Kepala Desa Teluk Kuali untuk meminta izin sekaligus melaporkan agenda kegiatan. Sambutan hangat dari beliau membuat kami merasa seperti berada di rumah sendiri.
Keesokan harinya, saya langsung terjun ke masyarakat. Sosialisasi tentang pemberian makanan tambahan bergizi bersama perangkat desa menjadi pembuka kegiatan. Hari ketiga, saya mulai mengumpulkan data dari e-PPGBM (Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat), sebagai dasar untuk program gizi berikutnya. Hari keempat hingga ketujuh, dapur sederhana saya pun dipenuhi aroma masakan sehat. Menu bergizi itu saya bagikan kepada ibu hamil dan anak-anak yang mengalami kurang gizi.
Minggu Kedua: Dari Puskesmas hingga Pelatihan TIK
Memasuki minggu kedua, kegiatan semakin bervariasi. Hari pertama, saya membersihkan
Puskesmas Pembantu Desa Teluk Kuali bersama ibu kader. Keesokan harinya, ikut dalam Posyandu, lalu membantu warga di rumah duka pada hari ketiga. Hari keempat, giliran ibu-ibu RT Sungai Hitam yang antusias mengikuti pelatihan TIK dasar. Dan seperti minggu sebelumnya, sisa hari saya isi dengan memasak dan membagikan menu sehat.
Minggu Ketiga: Spirit Kebersamaan
Suasana desa semakin akrab dengan kehadiran saya. Anak-anak RT 022 Sungai Hitam tampak riang ketika saya mengajar ngaji. Hari berikutnya, saya berkeliling menggalang sumbangan pembangunan Masjid Nurul Ikhsan. Kegiatan Sekolah Lansia Tangguh di hari ketiga menghadirkan wajah-wajah bahagia para orang tua. Tak ketinggalan, saya ikut membantu warga saat ada resepsi pernikahan. Seperti biasa, akhir pekan kembali diisi dengan program gizi.
Minggu Keempat: Semangat 17 Agustus Mulai Berkobar
Di minggu keempat, nuansa persiapan kemerdekaan mulai terasa. saya ikut rapat pemuda untuk persiapan 17 Agustus, rapat desa untuk HUT Teluk Kuali, hingga melatih tarian dan rebana remaja yang akan tampil di lomba. Sisa waktu tetap saya gunakan untuk memasak makanan bergizi bagi ibu hamil dan balita.
Minggu Kelima: Digitalisasi dan Gotong Royong
Saya mulai mengumpulkan data pasangan subur dan keluarga berencana di Dusun Sungai Hitam. Hari berikutnya, remaja setempat saya ajak memahami literasi digital. Desa pun semakin meriah ketika saya bersama warga memasang umbul-umbul dan bendera merah putih. Di hari keempat, saya bergotong royong membersihkan sekaligus merapikan tanaman obat keluarga (TOGA).
Minggu Keenam: Latihan Menjelang Kemerdekaan
Hari-hari di minggu keenam diisi dengan latihan intensif: pasukan pengibar bendera, gelar karya P5, hingga latihan tari untuk anak-anak. saya juga ikut membersihkan lapangan agar perayaan 17 Agustus nanti berlangsung meriah. Dan tentu saja, rutinitas memasak menu sehat tetap berjalan.
Minggu Ketujuh: Puncak Kegiatan
Inilah puncak perjalanan saya. Pada 17 Agustus, saya bersama masyarakat mengikuti upacara pengibaran bendera merah putih dalam rangka HUT RI ke-80. Rasa haru dan bangga menyatu, apalagi melihat anak-anak desa yang begitu antusias. Hari berikutnya, desa semakin semarak dengan pentas seni dan budaya, lalu pawai kemerdekaan yang penuh warna.
Hari terakhir, saya kembali mendatangi rumah Kepala Desa Teluk Kuali. Bukan lagi untuk izin, melainkan untuk melaporkan bahwa seluruh rangkaian KKN telah selesai. Ada rasa lega sekaligus haru—karena selama 45 hari, Teluk Kuali bukan lagi sekadar tempat KKN, tapi sudah menjadi bagian dari rumah.