Mohon tunggu...
intan rahmadewi
intan rahmadewi Mohon Tunggu... Wiraswasta - bisnis woman

seorang yang sangat menyukai fashion

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jihad Menjaga Persatuan dan Kesatuan

14 Oktober 2017   07:41 Diperbarui: 14 Oktober 2017   07:56 1904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
NKRI - http://www.tubasmedia.com

Sejarah telah menjelaskan, berkat persatuan dan kesatuan, masyarakat kita bisa mengusir penjajah setelah 350 tahun menjajah. Berkat itu pula, para santri, ulama, dan seluruh elemen masyarakat bersatu dengan tentara, berjuang mempertahankan kemerdekaan. Begitu juga dengan pertempuran 10 November 1945. Para santri berbondong-bondong ke Surabaya, untuk perang melawan penjajah. Berbondong-bondongnya para santri ini, tidak bisa dilepaskan dengan resolusi jihad yang dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy'ari.

Resolusi jihad ketika itu telah berhasil membangkitkan semangat nasionalme para santri, untuk mempertahankan kedaulatan NKRI. Karena menjaga persatuan dan kesatuan, merupakan hal yang dianjurkan menurut ajaran agama. Karena itulah dalam Al Quran disebutkan agar manusia saling mengenal satu dengan yang lainnya. Karena manusia itu diciptakan berbeda-beda, maka harus saling mengenal. Tujuannya apa? Untuk menjaga persatuan dan kesatuan. Dengan saling mengenal, kita akan sehati, senasib sepenanggungan. Perbedaan tidak dijadikan persoalan, sebaliknya, perbedaan justru dijadikan sebagai anugerah.

Contoh diatas menunjukkan bahwa persatuan dan kesatuan, merupakan hal yang mutlak bagi kita bangsa Indonesia. Para pendahulu, para santri dan ulama juga telah memberikan contoh yang sangat bermanfaat. Ketika saat ini kita hidup di era yang serba modern, Indonesia mempunyai tentara yang dibanggakan, apakah persatuan dan kesatuan tetap harus dijaga? Tentu. Ingat, Indonesia mempunyai tingkat keberagaman yang sangat tinggi. Bisa jadi perbatasan kita sangat kuat karena dijaga oleh tentara, tapi bagaimana dengan pikiran kita? Seberapa kuat menahan gempuran informasi dan ajaran dari berbagai belahan negeri dalam waktu yang relatif singkat. Seberapa dewasa kita mampu menyikapi sebuah peristiwa? Hanya karena status dalam media sosial, seseorang bahkan lingkungan masyarakat, bisa saling bertikai.

Ancaman persatuan saat ini tidak hanya berasal dari luar, tapi juga berasal dari dalam negara kita sendiri. Penyebaran paham radikal yang mengedepankan kekerasan dan berlindung dibalik nilai-nilai agama, begitu masif mempengaruhi generasi muda. Ingat, tidak ada satupun ajaran agama di Indonesia yang mengajarkan untuk saling berseteru. Bahkan Islam sendiri pun tidak pernah mengajarkan aksi saling membenci, aksi adu domba, ataupun aksi bunuh diri. Perilaku yang tidak manusiawi itu, jelas bertentangan dengan ajaran agama dan hukum positif yang berlaku di Indonesia.

Ironisnya, untuk mengelabuhi masyarakat, tindakan radikal kekerasan itu dibungkus dengan pemahaman jihad. Segala perbuataan kekerasan yang terjadi selama ini, dimaknai sebagai perjuangan menegakkan agama. Padahal, tidak ada dalam sejarah Islam yang mengajarkan jihad dengan cara meledakkan diri, ataupun meneror orang lain. Pada titik inilah, sebagai generasi penerus kita harus lebih cerdas. Perkembangan informasi harus kita manfaatkan untuk membekali diri, agar tidak mudah terprovokasi. Dan segala aktifitas yang mengatasnamakan jihad dengan cara kekerasan, harus diluruskan. Sebaliknya, jihad mempertahankan persatuan dan kesatuan, semestinya diharuskan sejak dari dalam pikiran.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun