Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Nyata TKW Mengaku Tersiksa, Ingin Segera Pulang

24 Mei 2022   05:22 Diperbarui: 24 Mei 2022   05:29 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Nyata TKW Mengaku Tersiksa, Ingin Segera Pulang - dok Anis Hidayatie/Inspirasiana

Terdengar lagi kisah pilu TKW alias PMI, Pekerja Migran Indonesia atas perundungan yang didapat saat bekerja. Tepatnya di Irak, sebuah negeri seribu satu malam yang tidak populer mempekerjakan tenaga kerja wanita asal Indonesia.

Kisah ini saya dapat dari seorang PMI yang terdampar di negara Teluk Persia itu. Buah dari percaya mulut manis kenalan agen PJTKI yang memberinya janji ke Abu Dhabi. Ternyata belok arah, justru ke negeri Irak.

Wanita ini, Hepi Susana namanya, kini sedang bekerja di Irbil, Irak. Mengaku sedang dalam penyiksaan di tempat kerjanya. Dia Ingin pulang namun tidak bisa, antara lain karena belum habis kontrak.

"Kontrak saya dua tahun, ini masih belum satu tahun," kata Hepi.

Pemilik KTP asli bernama Hepi Susana ini nasibnya jauh dari happy. Di kekinian hidupnya yang masih muda dia harus menghidupi keluarga, sepasang orang tua renta, tiga anak yang masih kecil hingga anaknya sendiri yang diasuh orang tua.

"Saya janda yang harus mencukupi kebutuhan keluarga bapak dan ibu saya di rumah. Adik saya masih 3 kecil. Belum lagi anak saya. Ibu dan bapak saya nganggur, kerjanya serabutan," papar Hepi bertutur alasannya hingga nekat menjadi TKW.

Membeberkan kisahnya hingga sampai di tanah Irak, Hepi memaparkan bahwa ini merupakan penipuan. Dia ditipu agen tenaga kerja yang memberangkatkannya.

Bermula dari dari Singapura dia langsung ke Batam. Di Batam inilah Hepi kenal seorang agensi. Dia mendapat tawaran kerja ke Abu Dabi dengan gaji 8 juta.  

"Dengar gaji 8 juta siapa yang tak mau. Saya berangkat, tapi tak seperti harapan. Sampai di sini, di Erbil Irak ternyata hanya mendapat 4 juta, terkadang kurang. Itu pun keperluan mandi seperti sabun saya harus beli sendiri. Juga makanan. 

Kerja saya dari pagi sampai jam 11 malam. Kalau ada tamu jam sampai jam 1 malam bahkan jam 2. Tidur cuma 3,5 jam. Gak ada liburnya. Diberi makan tapi hanya untuk sekali makan saja. Makanya kalau ada kesempatan belanja saya beli makanan, dari uang gaji itu," panjang lebar Hepi menceritakan derita yang dia alami.

Dari gaji itu pula dia masih bisa mengirim sedikit uang ke keluarganya, juga membeli handphone agar bisa menghubungi keluarga. Dengan handphone pula dia bisa sedikit terhibur, antara lain dengan memasang aplikasi Tiktok, bahkan sesekali ikut bermain. 

"Cukup menghibur saya dari stres," aku Hepi.

Akan tetapi ini rupanya menjadi bumerang darinya. Unggahannya di Tiktok ditonton banyak orang termasuk pihak KBRI. Sehingga ketika dia melaporkan derita yang dialami, dianggap membual. Disangka KBRI dia senang menjalani kehidupan sebagai PMI di Irak.

Tak adanya respon itu membuatnya pilu. Perempuan yang heran karena dilarang berhijab oleh majikan padahal notabene muslim ini menuturkan sangat ingin pulang.

"Tersiksa saya di sini, ingin segera pulang tapi tidak tahu caranya. Pernah minta tolong ke agen yang memberangkatkan untuk memulangkan akan tetapi seorang dari agen ini malah minta uang 80 juta untuk ganti rugi. Belum tiket dan lain-lain," keluh Hepi.

Untuk itulah dia Masih bertahan bekerja di Irak hingga hari ini. Ingin kabur tapi Hepi takut. Dia ingin pulang saja, tanpa masalah apapun.

Kembali ke kantor agensi tidak mungkin karena kalau kembali ke kantor akan disiksa. 

"Disamping itu masa kerja setahun tidak dihitung, akan tetapi harus mengulang lagi kontrak,"imbuh Hepi.

"Saya bingung, sedih, tersiksa. Saya pingin pulang ke kampung halaman, ke Indonesia."

Sebuah penuturan memilukan yang membuat saya memikirkan benar. Saya hanya perempuan biasa, tidak punya kuasa apa-apa selain hanya deretan kata-kata. Berharap ada yang mendengar, lalu berbuat sesuatu untuk perempuan Indonesia yang sedang tersiksa di negeri orang.

Oleh Anis Hidayatie untuk Inspirasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun