Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Ketika Pendeta dan Jemaat Bertetangga di Surga

7 November 2020   12:00 Diperbarui: 7 November 2020   12:13 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pexels.com/ Olah pribadi dengan Canva

Dalam keseharian kita, sering kita mendengar nasihat agar kita menjaga keseimbangan hubungan vertikal dan horizontal. Hubungan vertikal adalah relasi kita dengan Tuhan, dalam bentuk doa dan percakapan-percakapan pergumulan dengan Tuhan. Hubungan horizontal adalah hubungan kita dengan sesama manusia.

Hubungan kita dengan Tuhan dan manusia disebut teologia keseimbangan. Akhir-akhir ini mulai makin disadari pula hubungan kita dengan alam. Hubungan kita dengan alam baru populer karena pada umumnya manusia masih eksploitatif demi angka pertumbuhan ekonomi.

Hubungan kita dengan alam masih minim, sehingga alam kita menjadi rusak parah dan muncul pemanasan global (global warming).

Dalam hidup ini, kita seringkali mempelajari sesuatu hal, tetapi tidak dipraktikkan. Lebih parah lagi jika menyalahgunakan apa yang kita pelajari, yang berakibat fatal terhadap kehidupan.

Kesalahan dalam mempelajari sesuatu dapat berdampak kepada kerusakan lingkungan. Kita amati misalnya mazhab ekonomi dan mazhab ilmu-ilmu lain pada umumnya di kolong langit ini berdampak kepada lingkungan.

Ekonomi kapitalisme mengakibatkan uang dimilki hanya segelintir orang yang dapat mengendalikan ekonomi dunia. Didirikan perusahaan yang berorientasi kapitalisme, yang akan mengeruk Sumber Daya Alam. Ekonomi seperti itu bertumpu hanya kepada beberapa orang saja sebagai pemilik modal.

Ekonomi rakyat yang sejatinya mampu memberikan rasa adil menjadi terabaikan, karena jika ingin berkuasa harus dekat dengan pemilik modal untuk biaya politik (cost politic). Jika tidak memiliki biaya politik rasanya tidak mungkin berkuasa. Hal ini menyebabkan politik identik dengan jumlah uang untuk modal politik.

Lain halnya dengan kehidupan si Haposan dengan si Parman yang hidup di kawasan Danau Toba Sumatra Utara. Haposan adalah pendeta dan si Parman adalah jemaat biasa.

Si Parman itu rajin bekerja dan memilihara ternak, seperti kerbau, sapi, kambing, ayam, entok, bebek, dan berbagai ternak lainnya yang dibudidayakannya. Tanam-tanamannya juga banyak, ada jambu, mangga, nenas, kopi, dan berbagai tanaman lainnya yang dipeliharanya dengan baik.

Semua kotoran ternaknya dijadikan pupuk organik, sehingga tanam-tanamannya tumbuh dan berbuah baik. Bahkan kotoran ternaknya sering juga dibuang di luar lahannya, sehingga pohon-pohon di kawasan tempat tinggalnya tumbuh rindang, seperti hutan.

Si Haposan adalah pendeta yang baik. Ia rajin mengunjungi jemaatnya agar mereka bertumbuh secara rohani. Hampir semua jemaatnya yang sakit dijenguknya. Jadwalnya diatur sedemikian rupa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun