Mohon tunggu...
Inova Arti Ilhami
Inova Arti Ilhami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta, Jurusan Hukum Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Legal Pluralisme dan Progressive Law

1 Desember 2022   21:10 Diperbarui: 1 Desember 2022   21:28 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Legal Pluralisme Dan Progressive Law
Oleh : Inova Arti Ilhami

Kata progresif itu sendiri berasal dari progress yang berarti adalah kemajuan. Hukum yang progresif tidak ingin menjadikan hukum sebagai teknologi yang tidak bernurani, melainkan suatu institusi yang bermoral kemanusiaan. 

Hukum dapat diklasifikasikan dalam dua pengertian, hukum bermakna obyektif dan hukum bermakna subyektif. Hukum obyektif ialah peraturanperaturan yang mengatur hubungan antara sesama bermasyarakat, sedangkan hukum subyektif ialah kewenangan atau hak yang diperoleh seseorang berdasarkan hukum. Sedangkan progresif bermakna maju, berhasrat maju dan selalu maju.

Dari dua term tersebut dapat dikatakan bahwa Hukum Progresif ialah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara sesama masyarakat yang dibuat oleh seseorang atau kelompok yang mempunyai kewenangan membuat hukum dengan landasan keinginan untuk terus maju. Hukum progresif adalah sebuah konsep hukum yang tidak terkukung kepada konsep teks Undang-Undang semata, tetapi juga memperhatikan rasa keadilan yang hidup di masyarakat. Namun tidak semua sepakat bahwa hukum itu harus terbuka terhadap sebuah zaman.

Dalam konteks ke-Indonesia-an, Indonesia saat ini menganut politik hukum yang plural. Kebhinekaan masyarakat mencerminkan pluralitas Indonesia. Kondisi tersebut telah menempatkan Pancasila pada posisi yang sentral dalam pembangunan hukum. 

Bila pada pertengahan abad ke-19 keanekaragaman sistem hukum yang dianut oleh masyarakat di berbagai belahan dunia ini ditanggapi sebagai gejala evolusi hukum, maka pada abad ke-20 keanekaragaman tersebut ditanggapi sebagai gejala pluralisme hukum. Kebutuhan untuk menjelaskan gejala ini muncul terutama ketika banyak negara memerdekakan diri dari penjajahan, dan meninggalkan sistem hukum Eropa di negara-negara tersebut.

Para legal pluralist pada masa permulaan (1970-an) mengajukan konsep pluralisme hukum yang meskipun agak bervariasi, namun pada dasarnya mengacu pada adanya lebih dari satu sistem hukum yang secara bersama-sama berada dalam lapangan sosial yang sama. Dalam arena pluralisme hukum itu terdapat hukum negara di satu sisi, dan di sisi lain adalah hukum rakyat yang pada prinsipnya tidak berasal dari negara, yang terdiri dari hukum adat, agama, kebiasaan-kebiasaan atau konvensi-konvensi sosial lain yang dipandang sebagai hukum.

Konsepsi pluralisme hukum menghendaki pendekatan keberagaman dalam hukum karena konteks pluralitas masyarakat dalam bentuk suku bangsa, budaya, ras, agama, kelas dan jenis kelamin. Pluralisme hukum dipahami sebagai interelasi, interaksi, saling pengaruh dan saling adopsi antara berbagai sistem hukum negara, adat, agama dan kebiasaan-kebiasaan lain yang dianggap sebagai hukum.

Konsepsi pluralisme hukum menegaskan bahwa masyarakat memiliki cara berhukumnya sendiri yang sesuai dengan rasa keadilan dan kebutuhan mereka dalam mengatur relasi-relasi sosialnya. Pluralisme hukum berbeda dengan pendekatan hierarki hukum yang menjadi ciri khas dari positivisme hukum dan sentralisme hukum. 

Pluralisme hukum memandang bahwa semua hukum adalah sama dan harus diberlakukan sederajat.
Pluralisme berkembang didalam masyarakat sesuai dengan perkembangan peradaban masyarakat. Pada era kotemporer ini hukum plural bertumpu pada pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan bhineka tunggal ika sebagai asasnya.

Kritik terhadap Pluralisme di Indonesia pada hakikatnya pluralism sebagai hukum dimana terdapat dua sistem hukum bekerja secara berdampingan dalam suatu bidang kehidupan sosial yang sama. Dalam pluralisme hukum harus ada adanya interaksi antar berbagai hukum yang beragam. 

Di Indonesia pluralisme adalah sebuah keniscayaan, Pluralisme hukum yang ada di Indonesia menyebabkan banyak permasalahan ketika hukum dalam kelompok masyarakat diterapkan dalam transaksi tertentu atau saat terjadi konflik, sehingga ada kebingungan hukum yang manakah yang berlaku untuk individu tertentu dan bagaimana seseorang dapat menentukan hukum mana yang berlaku padanya.

Hukum Progresif mempunyai landasan filsafatnya sendiri, yaitu filsafat manusia, realisme, filsafat proses dan kritisisme ala postmodernisme konstruktif. Filsafat manusia tampak dalam pemahaman akan manusia sebagai “pusat” dari progresivisme. Sementara itu realisme (Amerika) tampak dalam keyakinan Hukum Progresif, bahwa hukum bukan sekedar teks, melainkan juga perilaku dan pengalaman-pengalaman manusiawi. 

Sedang unsur filsafat proses terlihat jelas pada salah satu ide dasar Hukum Progresif sebagai “hukum yang mengalir atau menjadi”. Hukum Progresif pun bernuansa postmodern ketika membongkar paham hukum modern yang ditolaknya.

Kritisasi terhadap konsep Indonesian legal pluralism berorientasi pada kemanusiaan yang adil dan beradab; serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Perihal tersebut ditunjukkan dengan mengoptimalkan peran penyelesaian sengketa di luar pengadilan (mediasi). Penyelesaian sengketa di luar pengadilan akan menjadi lebih efektif apabila didukung oleh suatu sistem serta aparatur sosial-kemasyarakatan yang bersifat lokal,sebagaimana yang terjadi pula pada masyarakat adat dengan peradilan adatnya. 

Pada masyarakat adat, praktik peradilan adat dapat tidak dilaksanakan dengan mengedepankan rule and procedures. Hanya saja, peradilan adat menggunakan pendekatan yang bersifat preventif, restitutif, serta edukatif. Pendekatan Indonesian legal pluralism dilakukan agar keberadaan peradilan adat didudukkan pula sebagai tempat masyarakat adat untuk mencari keadilan.

Kritisasi terhadap progesif law, progresif itu sendiri berasal dari progress yang berarti adalah  kemajuan. Jadi, di sini diharapkan hukum itu hendaknya mampu mengikuti perkembangan zaman, mampu menjawab perubahan zaman dengan segala dasar di dalamnya, serta mampu melayani masyarakat dengan menyandarkan pada aspek moralitas dari sumber daya manusia penegak hukum itu sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun