Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

3 Risiko dan Tantangan Pembelian Alutsista TNI dari "Barang Asing"

26 April 2021   01:59 Diperbarui: 26 April 2021   03:07 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pembelian Alutsista TNI dari militer. or. id

Anehnya bahwa di Jerman dia merasa heran bahwa ada sejenis lampu lorong otomatis. Ia bertanya, di mana saya harus mematikan lampu ini. Saya mengatakan kepadanya, kamu harus meninggalkan tempat itu, maka lampu itu akan sendiri padam.

Sebuah kemajuan teknologi yang dibangun untuk menghemat listrik dengan logika, lampu itu akan menyala sejauh dibutuhkan manusia. Sebaliknya, jika tidak dibutuhkan, maka tidak harus menyala.

Rupanya sama-sama negara maju, namun tidak semua teknik yang dikembangkan di Jerman itu diketahui negara lain. Meskipun itu adalah hal-hal kecil saja. 

Ini hanya sebuah ilustrasi dari pengalaman nyata. Bisa dibayangkan bagaimana orang Indonesia bisa menguasai semua sistem mesin yang dihasilkan oleh kemajuan teknologi Jerman. 

Bukan soal lamanya barang itu dipakai lalu terasa aman, tetapi kemampuan untuk mengetahui keadaan mesin yang baik dan tidak itu yang mesti kita miliki. 

Nah, lagi-lagi, untuk mengetahui keadaan mesin bukan saja menjadi pekerjaan tenaga ahli manusia, melainkan orang Jerman punya mesin untuk menscan keadaan apa saja. 

Saya pernah melihat sendiri, mereka menggunakan alat-alat khusus untuk mengetahui dinding rumah apakah dalam keadaan baik atau tidak, ada juga alat untuk mengetahui keadaan instalasi listrik, keadaan fondasi rumah, bahkan untuk menguji apakah atap rumah masih dalam keadaan baik atau tidak.

Untuk hal yang sederhana saja, mereka sudah punya standar kelayakan yang diukur dengan mesin, apalagi untuk teknologi seperti alutsista. Saya menduga kelemahan kita ada pada titik itu. Kita masih mengandalkan kerja dan keahlian tenaga manusia dalam mengontrol mesin alutsista.

Memang ada banyak sumber penyebab kerusakan mesin, tetapi dari sekian sebab itu, mungkin salah satunya karena itu adalah "barang asing" di mana kita sendiri tidak punya mesin untuk mengontrol keadaan mesin dalam menguji kelayakannya untuk dipakai atau segera direparasi.

Layak pakai itu bukan berarti "ah itu masih bisa berjalan, maka itu artinya layak." Harus dikatakan tidak boleh berpikir begitu. Prinsipnya, segera diperbaiki sebelum kerusakannya berdampak pada keadaan manusia. 

2. Barang asing tidak selamanya adalah barang baru

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun