Selamat Datang di Republik Prank

Oh jadi, heboh video ibu-ibu rebutan rendang itu semacam prank? Ternyata iklan salah satu produk? 

Kalau kita ingat acara televisi "Spontan, Uhuy!", ini bisa disebut sebagai salah satu acara dengan konsep prank yang cukup berhasil memikat minat banyak orang. 

Saat saya tonton dan ada beberapa adegan 'ngaget-ngagetin' orang, kadang saya berpikir, gimana ya kalau yang dikagetin ternyata punya riwayat penyakit tertentu? 

Meski so far, banyak juga konten di acara jadul yang dipandu komedian terkenal, Komeng ini membuat penonton tertawa terbahak-bahak karena ide kreatif cerdik nan menarik.

Sayangnya, di era media online makin marak, konten prank yang bermunculan pun makin meresahkan sebagian orang tua. Kok sebagian? Ya nyatanya, beberapa channel youtube yang mengklaim berniche Kids & Family, dengan bangganya mereguk view tinggi melalui konten prank ke anggota keluarga mereka sendiri.

Prank sepertinya sudah jadi konsumsi masyarakat kita di era serba online saat ini. Dari mulai yang sekedar iseng sampai pada taraf membahayakan si pelaku atau korban prank hingga orang-orang yang ada di sekitar kejadian prank berlangsung. 

Sampai-sampai prank juga menjadi garapan para pengiklan untuk menarik perhatian. Is it a great idea? Ya, secara konsep marketing dan promosi, bisa dibilang keren dan kreatif. Tapi secara etika bagaimana?

"Ah, etika? Lupakan saja! Yang penting bombastis dan bikin orang penasaran!". Nah, pemikiran begini nih, yang membuat konten prank makin liar. Terus tanggung jawab siapa dong biar bisa terkendali? 

Buat saya pribadi, alih-alih saya heboh nunjuk sana-sini, sebagai seorang content creator sekaligus orang tua, maka tanggung jawab itu ada di diri saya sendiri. 

Selama ini setiap menyajikan konten di family youtube channel yang saya bangun, memang lebih banyak merekam aktivitas saat travelling, wisata kuliner serta keseruan anak-anak berkarya sesuai minat bakat mereka. 

Satu hal yang saya haramkan sebagai konten dalam channel saya, adalah prank. Ya, mau model apapun, meski itu adalah konten yang bisa menarik ratusan ribu hingga jutaan view. Bukankah tanggung jawab content creator adalah menginspirasi dan mengedukasi hal-hal baik dan bermanfaat? 

Sekarang dimana manfaatnya coba, kalau konten berisi prank nakut-nakutin anak pakai kecoa? Setting suasana mencekam seolah-olah ada hantu jahat di dalam rumah yang bikin anak takut? Mengikat adik/ kakak di tiang atau memborgol anggota keluarga selama berjam-jam? Anak nangis kejer terus direkam supaya mendapatkan view banyak?

What's the maksud?

Sebagai seorang ibu, saya sering tidak habis pikir, ketika youtube channel yang mengklaim sebagai channel untuk anak dan keluarga, ternyata punya konten prank yang kurang pantas ditonton oleh seluruh keluarga. Secara arti terjemahan dalam Bahasa Indonesia, prank adalah gurauan. Yes, bercanda. Kalau ini sebuah candaan, it should be fun. 

Dimana letak lucunya ketika prank menjurus pada melukai orang lain meskipun tidak disengaja? Dimana letak menyenangkannya ketika prank membuat orang lain jadi trauma? Jika efek prank adalah luka secara fisik , ini bisa saja sembuh, tapi apakah secara psikis langsung pulih begitu saja? Tidak semudah itu nyatanya. 

Belum lagi, ketika tontonan ini dikonsumsi banyak orang, artinya akan ditiru oleh sebagian penontonnya. Apakah semua penonton bisa memfilter mana yang baik dan tidak? Belum tentu kan?

Tanyakan lagi ke diri kita, apakah sanggup bertanggung jawab ketika konten prank yang kita suguhkan dicontoh penonton lalu ternyata berpotensi membahayakan dan membuat cedera fisik maupun psikologis? 

Laju kreatifitas prank ini faktanya tidak bisa kita kendalikan, yang bisa kita lakukan adalah menahan diri untuk tidak perlu ikut-ikutan membuat konten serupa baik berupa tulisan, audio maupun visual yang berpotensi berisi kebohongan ataupun hal-hal yang membahayakan. 

Berikut pula menahan diri untuk tidak menyebarluaskan konten-konten tersebut, karena makin tersebar, ya otomatis makin viral dan bikin makin banyak orang yang penasaran :)