"Dalam setiap rezeki dan harta yang kamu dapatkan ada hak orang lain. Caranya hak orang lain itu diberikan, ada yang melalui zakat, wakaf, ada yang melalui pajak. Dan pajak itu kembali kepada yang membutuhkan". Kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam Sarasehan Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah. (Kumparan.com, 13/8)
Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa membayar pajak sama mulianya dengan zakat dan wakaf, kembali membuka perdebatan klasik: apakah negara boleh menjadikan pajak sebagai "zakat versi modern"?
Komisi Fatwa MUI tegas menyatakan pajak tidak bisa disamakan dengan zakat dan wakaf, karena keduanya berbeda dalam landasan hukum, mekanisme, dan orientasi. (Detik.com, 16/8)
Namun, pernyataan seperti ini bukanlah sekadar salah ucap. Ucapan Sri Mulyani mencerminkan arah kebijakan fiskal yang sedang berupaya mengintegrasikan mekanisme kapitalisme dengan sentimen religius umat.
Zakat sebagai Perintah Syariat yang Pasti
Zakat bukanlah pungutan sosial biasa. Allah swt memerintahkannya secara tegas: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS At-Taubah: 103)
Penerima zakat telah ditentukan oleh Allah swt, yaitu delapan golongan mustahiq. "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" (QS At-Taubah: 60).
Wakaf pun punya posisi mulia sebagai sedekah jariyah: "Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya." (HR Muslim)
Zakat dan wakaf adalah instrumen ekonomi Islam, bukan sekadar amal sosial. Keduanya dikelola melalui baitul maal yang menjadi jantung distribusi kekayaan pada masa Pemerintahan Islam.
Pajak dalam Kapitalisme: Dari Alat Negara ke Beban Rakyat