Di antara arogan dan pandir pemuja palu seperti orang mabuk pemuas angkara birahi membabi-buta meraba kaki khatulistiwa
Menjalar ke dalam cangkang istana merajuk amuk seakan bijaksana serta merasa tidak amnesia merunduk merayu syahwat
Banyak boneka-boneka yang lucu nan imut mengelilingi jiwa-jiwa rakus dibalik tembok putih tanpa makna hanya bayang lusuh lesu
Bertingkah seolah peduli padahal rakyat tak dianggap bagai barang mati gelapkan mata bercorak pahlawan dalam sejarah
Di negeri yang begitu banyak drama haru apalah arti demokrasi jika masih hanya memihak ke kaum-kaum yang punya amplop
Kepakan sayap kebinatangan menghujam dada, angkara murka merajalela dan yang berbau senjata selalu menghantui sesama
Apalah arti sebuah kemerdekaan jika tangan-tangan oportunis terus mencari sensasi dari yang koalisi juga oposisiÂ
Di negeri hukumnya bisa dibeli dengan segepok kertas bertuliskan angka, korupsi sudah menjadi sebuah tradisi penuh cinta kasih, penuh kebebasan semuÂ
Undang-undang di lacuri layaknya istri muda baru tumbuh dewasa dikirim dari tanah surgaÂ
Kebebasan berpendapat dan undang-undang sialan masih menggema di mana-mana, aparat dan UU ITE jadi tameng pembungkam suara, itulah negeri yang petingginya rela jadi boneka asing
Lantang dalam siaran-siaran televisi seolah bicara mewakili hati nurani rakyat, namun dibalik layar hobinya menindas dan gemar merampas memenuhi hasratÂ