Mohon tunggu...
Ahmad Setiawan
Ahmad Setiawan Mohon Tunggu... Editor - merawat keluarga merawat bangsa

kepala keluarga dan pekerja media

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Istri yang Bertanduk

29 Maret 2018   11:02 Diperbarui: 29 Maret 2018   11:08 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Wirya terbangun saat mendengar istrinya menggerung di pagi buta. Ia panik karena tidak pernah mendapati tingkah istrinya yang seperti itu. Untunglah rumah mereka luas dan megah bak istana raja sehingga tangis keras Saliha tak sampai ke telinga tetangga. 

Betapa Saliha sedih tiada terpermanai saat terjaga dari mimpi ia mendapati sepasang tanduk tumbuh di dahinya yang putih dan mulus. Saat pertama merabanya, ia tak yakin dua benjolan sebesar kelereng itu adalah tanduk. Namun saat melihatnya melalui cermin, Saliha sadar bila benjolan keras berwarna coklat tua itu adalah tanduk yang tumbuh dari dalam kulit jidatnya.

"Kenapa, Mi?" Wirya bergegas mendekati Saliha. Saat mengetahui suaminya mendekat, Saliha menelungkupkan kepala.

"Papi jangan mendekat!" Teriak Saliha menahan langkah Wirya.

"Mami kenapa menangis?" Wirya tambah penasaran.

Alih-alih menjawab, tangis Saliha semakin keras. Ia tak habis mengerti bagaimana mungkin tanduk itu muncul di dahinya. Padahal belasan jam sebelumnya dahinya masih kinclong usai mendapatkan perawatan rutin. Tubuh Saliha merupakan produk perawatan klinik kecantikan ternama di Singapura. Setiap bulan Saliha rutin datang setelah menjenguk kedua anaknya yang sekolah di sana.

Geger di kamar yang lapang dan sejuk itu pada akhirnya kembali normal. Sebagian ketakutan Saliha tentang pandangan suaminya tidak terbukti. Wirya ternyata bisa memahami keadaan istrinya. Ia malah terus menguatkan dan membesarkan hati Saliha hingga akhirnya bisa menerima kenyataan. 

"Semua penyakit pasti ada obatnya," ujar Wirya sambil mencium lembut rambut istrinya.

"Tetapi mana sempat untuk berobat, Pi? Papi kan tahu nanti siang aku harus datang ke KPK. Kan Papi sendiri yang bilang kalau aku harus datang menjalani pemeriksaan."

"Iya, memang harus. Untuk sekedar formalitas, Mi."

"Bagaimana kalau ditunda saja, Pi?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun