Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tidak Ada Mekanisme Pendeteksian HIV pada Perempuan Hamil di Propinsi Kalimantan Selatan

11 Januari 2011   00:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:44 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Masya Allah, Ada 7 Bayi Terinfeksi HIV.” Ini judul berita di www.republika.co.id (9/1-2011). Yang ‘Masya Allah’ bukan tujuh bayi itu karena mereka korban, tapi ayah mereka yang sudah menularkan HIV kepada ibunya. Juga Pemprov Kalsel yang tidak mempunyai mekanisme mendeteksi HIV pada perempuan hamil sehingga ada bayi yang tertular HIV dari ibunya.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimatan Selatan, Drg Rosihan Adhani, mengatakan: bukan hanya orang tua tapi anak-anak dan bayi juga bisa terserang virus mematikan tersebut. Ini terkait dengan data Dinkes Kalsel tentang tujuh bayi di Kalsel yang terdeteksiHIV.

Pernyataan di atas mengesankan HIV sebagai virus ‘menyerang’ semua orang. Ini tidak akurat karena laki-laki atau perempuan dewasa yang tertular HIV erat kaitannya dengan perilaku seksual, penyalahguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) dengan jarum suntik bergantian, transfusi darah yang tidak diskrining HIV, serta alat-alat kesehatan yang dipakai bergantian.

Sedangkan bayi dan anak-anak yang terdeteksi HIV tertular dari ibu yang mengandung mereka pada saat di dalam kandunga, ketika persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).

Disebutkan bahwa tujuh bayi yang terdeteksi mengidap HIV tertulari dari ibunya. “Dengan ibu yang terjangkit virus HIV/AIDS maka otomatis saat menyusui bayi langsung tertular virus tersebut kepada bayi itu melalui air susu.” Ini juga tidak akurat karena tingkat risiko penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya lebih besar pada saat persalinan. Lagi pula tidak bisa dibuktikan bayi-bayi itu tertular HIV dari ibunya melalui ASI.


Di Kalsel secara kumulatif sampai tahun 2010 kasus HIV mencapai 138, dan AIDS 63 kasus tersebar dibeberapa kabupaten di Kalsel. Dari 63 kasus AIDS faktor risiko hubungan seksual 35, jarum suntik narkboa 16, dan perinatal (dari-ibu-ke-bayi) 7 kasus. Tapi, perlu diingat bahwa kasus yang sudah terdeteksi ini tidak menggambarkan kasus yang sebenarnya di masyarakat karena banyak kasus yang tidak terdeteksi. Ini terjadi karena orang-orang yang sudah tertular HIV tidak menunjukkan gejala yang khas AIDS pada fisiknya.

Disebutkan pula: “Dilihat dari fakta itu diperkirakan penyebarluasan virus mematikan itu terjadi di daerah yang padat penduduk dengan aktivitas tinggi sehingga penyebarannya sulit dideteksi serta dilakukan kontrol.” HIV dan AIDS tidak mematikan. Kematian pada Odha (Orang dengan HIV/AIDS) terjadi karena penyakit-penyakit yang terjadi pada masa AIDS (antara 5-15 tahun setelah tertular HIV), disebut infeksi oportunistik, seperti diare, TB, dll.

Tidak ada kaitan langsung antara ‘daerah yang padat penduduk dengan aktivitas tinggi’ dengan penularan HIV karena penularan HIV terkait dengan perilalu orang per orang tanpa terkait dengan pekerjaan, suku, agama, ras, sistem pemerintahan, dan kelompok.

Ada pula pernyataan: ‘ …. penyebarannya sulit dideteksi serta dilakukan kontrol.” Persoalan besar pada epidemi HIV adalah penularan secara horizontal di masyarakat terjadi tanpa disadari karena orang-orang yang sudah mengidap HIV tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV. Akibatnya, mereka melakukan perilaku yang menularkan HIV, seperti hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, jarum suntik bergantian, dll.

Penduduk asli dan pendatang di Kalsel yang sudah mengidap HIV tapi tidak terdeteksi menjadi mata rantai penyebaran HIV tanpa mereka sadari. Misalnya, ayah dari 7 bayi yang terdeteksi HIV itu merupakan mata rantai penyebaran HIV. Selain kepada istrinya (terbukti bayi yang dilahirkan istri mereka tertular HIV) ada kemungkinan mereka pun mempunyai perempuan lain sebagai pasangan seks serta menjadi pelanggan pekerja seks komersial (PSK).

Kalau saja wartawan yang menulis berita ini membawa fakta 7 bayi yang terdeteksi HIV tadi ke realitas sosial maka akan menggambarkan penyebaran HIV di masyarakat. Dari fakta 7 bayi itu saja sudah ada 21 penduduk Kalsel (7 bayui + 7 ibu + 7 suami)yang mengidap HIV.

Ada kemungkinan 7 suami itu tertular HIV dari PSK. Jika ini yang terjadi maka laki-laki asli atau pendatang di Kalsel yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK berisik pula tertular HIV. Jumlah laki-laki penduduk Kalsel yang berisiko tertular HIV melalui PSK sudah dapat dihitung, yaitu jumlah PSK di Kalsel x 3 (laki-laki pelanggan PSK per malam) x 20 (hari kerja PSK per bulan).

Dikabarkan Rosihan mengimbau: “ …. agar masyarakat Kalsel membantu pemerintah menekan angka kasus HIV/AIDS dengan selalu menggunakan alat kontrasepsi (kondom) bila berhubungan seks dan jauhi Narkoba..” Tidak semua hubungan seksual berisiko tertular HIV. Yang dianjurkan adalah laki-laki memakai kondom jika melakukan hubungan seksual di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK.

Yang perlu diperhatikan adalah ada dua jenis PSK, yaitu: (1) PSK langsung (PSK lokasi dan lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang baik yang mangkal maupun yang dipesan melalui karyawan hotel, tukang becak, tukang ojek atau sopir taksi), dan PSK tidak langsung (‘cewek bar’, ‘cewek disko’, ‘anak sekolah’, ‘mahasiswi’, ‘cewek SPG’, ‘ibu-ibu rumah tangga’, ‘perempuan pemijat’, selingkuhan, WIL, dll.) serta pelaku kawin cerai.

Banyak laki-laki yang lengah sehingga tidak merasa dirinya berisiko tertular HIV karena mereka melakukan hubungan seksual dengan PSK tidak langsung.

Disebutkan pula: “Selain itu pihaknya juga terus gencar melakukan sosialisasi terkait penularan virus mematikan itu agar pada 2011 angka kasus HIV/AIDS bisa menurun dan malah bisa terbebas dari virus tersebut.” Pelaporan kasus HIV dan AIDS di Indonesia dilakukan secara kumulatif artinya kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga laporan kasus HIV dan AIDS tidak akan pernah turun biar pun penderitanya banyak yang meninggal.

Sosialisasi digencarkan untuk mencegah insiden penularan HIV baru, terutama di kalangan laki-laki dewasa, melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan.

Yang menjadi persoalan besar bagi Pemprov Kalsel adalah: Apakah Pemprov Kalsel bisa menjamin tidak akan ada laki-laki dewasa penduduk Kalsel yang akan melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan di wilayah Kalsel atau di luar wilayah Kalsel?

Kalau jawabannya YA, maka tidak ada persoalan HIV dengan faktor risiko hubungan seksual berisiko. Pemprov tinggal menanggulangi penyebaran melalui transfusi darah dan jarum suntik pada pengguna narkoba.

Tapi, kalau jawabannya TIDAK, maka ada persoalan besar yang dihadapi Pemprov Kalsel. Laki-laki yang tertular HIV akan menjadi mata rantai penyebaran HIV tanpa mereka sadari.

Kasus-kasus HIV dan AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat akan menjadi ‘bom waktu’ ledakan AIDS. Jika ini yang terjadi maka Pemprov Kalsel akan menghadapi beban berat mengtasi kesakitan dan kematian terkait dengan AIDS. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun