Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Persepsi Miring terhadap Investasi Asing di Indonesia

1 Mei 2017   20:55 Diperbarui: 1 Mei 2017   21:20 1490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Repro: Renewable Energy World)

Karena arus informasi yang tidak komprehensif dan konsisten tentang investasi atau penanaman modal, terutama modal asing, banyak kalangan yang tidak senang bahkan antipati. Kondisinya kian runyam karena sebagian dari mereka tidak langsung menikmati kehadiran investasi tsb. Misalnya, ceramah agamawan ini: “Kita tidak mau negara kita dijajah asing apalagi ‘aseng’.” Ini ‘kan menyesatkan. Tapi, mereka tidak semerta bisa kita salahkan karena arus informasi akurat tentang investasi asing tidak merata.

Itu salah satu bukti bahwa pemahaman masyarakat luas terhadap investasi yang miring. Padahal, ada ketentuan bahwa pemodal (investor) yang menamam modal di Indonesia, disebut pemberi kerja yang bukan perseorangan, bisa membawa serta tenaga kerja atau tenaga kerja asing (TKA) dalam jumlah terbatas dan kualifikasi tertentu. Ini diatur di UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Serap Tenaga Kerja

Di luar ketentuan UU itu ada pula perjanjian bilateral RI-Cina terkait dengan pembangunan infrastruktur yang diwujudkan dalam bentuk pinjaman yang memberikan kesempatan kepada investor untuk membawa TKA tidak hanya dengan kualifikasi tertentu tapi juga tenga kasar. Maka, tidaklah mengherankan kalau kemudian terjadi kegaduhan ketika ada tenaga kerja kasar asal Cina yang bekerja di Indonesia.

Tidak ada pilihan bagi pemerintah karena dana dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) tidak mungkin dipakai untuk pembangnan infrastruktur yang sangat besar. Sampai-sampai Presiden Joko Widodo (Jokowi) berani melakukan hal yang tidak populis dan merusak citra beliau yaitu menghapus subsidi BBM. Reaksi keras muncul. Tapi, Presiden Jokowi punya alasan kuat yaitu subsidi dipakai membangun infrastruktur agar dapat dinikmati semua lapisan masyarakat karena subsidi BBM hanya menguntungkan segelintir orang yaitu pemilik kendaraan bermotor yang justru berkantung tebal.

Subsidi BBM yang sudah terjadi sejak Orde Baru tidak tangung-tanggung. Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yaitu Rp 300 triliun setiap tahun (kompas.com, 21/12-2016. Presiden Jokowi memberikan gambaran ril: .... kalau infrastruktur yang dibangun dengan anggaran pengalihan subsidi BBM sudah jadi, rel kereta apinya jadi, tolnya jadi, pelabuhannya jadi, airport-nya jadi, pengalihan subsidi juga pertanian selesai, nanti akan rakyat juga akan merasakan betapa perubahan itu akan kelihatan (merdeka.com, 20/4-2015).

Presiden Jokowi benar karena selama ini pembangunan infrastruktur hanya di Pulau Jawa (Jawa sentris) yang diubah oleh Presiden Jokowi dengan filosofi ‘membangun dari pinggir’ sebagai Indonesia sentris. Maka, pembangunan jalan tol dan rel kereta api (KA) juga dilakukan di luar Jawa, jalan-jalan di perbatasan pun dibangun.

Investasi asing merupakan aspek penting dalam mendorong perekonomian nasional, membuka lapangan kerja (baru), memberikan kontribusi bagi perusahaan lain di sektor hulu dan hilir. Catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan sepanjang tahun 2016 jumlah investasi di Indonesia nemcapai Rp 612,8 triliun. Jumlah ini meningkat 12,4 persen dari investasi tahun lalu. Investasi ini menyerap 1,4 juta tenaga kerja. Yang jadi masalah penanaman modal terpusat di Pulau Jawa (53,64 persen) sehingga penyerapan tenaga kerja pun terjadi di Jawa.

Ada kesalahpamahan yang sangat mendasar yaitu terkesan investasi asing akan jadi milik asing. Ini yang keliru karena yang dilakukan al. adalah sistem BOT (build, operate and transfer). Investor membangun dengan modal dan tenaga kerja sendiri, kemudian mengoperasikan dalam jangka waktu yang disepakti, selanjutnya setelah selesai kontrak diserahkan sepenuhnya ke Indonesia.

Data BKPM menunjukkan Investor terbesar adalah Singapura, Jepang, Cina, Hong Kong, Belanda, dll. Sedangkan daerah yang jadi sasaran investasi adalah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dst. Pemerintah Indonesia melalui paket ekonomi ke-10 membuka 100 persen investasi asing di 35 bidang usaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, antara lain jasa penunjang kesehatan, farmasi, pariwisata dan industri film (BBC Indonesia, 12/2-2016).

Selain membuka usaha baru dan menampung tenaga kerja investasi juga menyumbangkan untuk devisa melalui pembayaran berbagai jenis pajak. Ini tidak dirasakan warga di sekitar pabrik, sehingga banyak yang mencibir. Untuk itulah pemerintah perlu menggenjot penyaluran dana CSR (corporate social responsibility) agar benar-benar dirasakan warga karena selama ini dana tsb. sering ‘tidak tepat sasaran’, al. dipakai instansi, dll.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun