Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mitos dan Stigma dalam Informasi Narkoba

17 Oktober 2010   04:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:22 931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Materi informasi tentang Narkoba (Narkotik dan bahan-bahan berbahaya) pun mulai diselimuti oleh mitos (anggapan yang keliru). Hal ini membuat masyarakat tidak lagi melihat fakta tentang Narkoba tapi cenderung mengaitkan narkoba dengan moral dan agama. Akibatnya, muncul stigma (cap buruk) dan diskriminasi terhadap pengguna Narkoba.

Pemakaian kata-kata yang tidak tepat dalam informasi dan berita tentang Narkoba dapat mengaburkan fakta tentang Narkoba. Selain itu penggunaan kata-kata yang tidak pas mengganjal upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba. Penyalahgunaan narkoba, khususnya dengan jarum suntik, erat kaitannya dengan epidemi HIV maka pada akhirnya penyebaran HIV melalui pengguna narkoba suntikan pun akan menjadi ‘bom waktu' ledakan AIDS.

Kata-kata yang tidak objektif menyuburkan mitos (anggapan yang keliru) dan stigma (cap buruk) yang pada gilirannya mendorong diskriminasi terhadap pengguna Narkoba. Misalnya, sebutan pil setan untuk ecstasy. Pemakaian kata ini tidak tepat karena manusia tidak mengenal pil yang dipakai di kalangan setan begitu pula sebaliknya. Ada pula yang menyebutkan shabu-shabu atau putauw sebagai serbuk setan. Manusia tidak mengenal serbuk yang dipakai di kalangan setan begitu pula sebaliknya.

Mitos dan Stigma

Yang lain menyebutkan pil haram untuk ecstasy dan narkoba dalam bentuk pil serta serbuk haram untuk putauw dan shabu-shabu untuk Narkoba dalam bentuk serbuk. Ini pun tidak tepat karena tidak ada zat-zat yang haram (menurut kaidah Islam) di dalam semua jenis Narkoba. Untuk keperluan medis, seperti anestesi pada saat oprasi atau bedah, Narkoba justru dipakai. Kalau Narkoba haram tentulah orang-orang yang dioperasi sudah memakai barang haram.

Ada juga yang memakai kata obat terlarang sebagai padanan Narkoba. Ini sebuah judul berita "Obat Terlarang, Sebabkan Kelahiran Prematur." Tidak ada obat yang terlarang selama dipakai menurut aturan medis walaupun (obat) narkotik. Lagi pula tidak jelas obat terlarang apa yang dimaksudkan berita itu.

Ada pula yang menyebut Narkoba sebagai obat berbahaya. Ini juga tidak pas karena tidak ada obat yang berbahaya selama dipakai menurut aturan medis walaupun (obat) narkotik, seperti obat untuk anestesi (bius) yang terbuat dari narkotik. Obat yang bukan narkotik pun (bisa) berbahaya kalau pemakaiannya tidak sesuai dengan aturan pakai yang ditetapkan dokter..

Terminologi seputar Narkoba juga sering tidak pas. Misalnya, penggunaan kata naza (narkotik, alkohol dan zat adiktif) dan napza (narkotik, alkohol, obat psikotropika dan zat adiktif) karena tidak semua zat adiktif, seperti nikotin (rokok), kafein (teh dan kopi) dan alkohol termasuk dalam kategori narkotik. Kalau mau konsekuen tetap menyebutkan zat adiktif lainnya maka perokok, peminum teh penggemar kopi, dan peminum minuman beralkohol juga termasuk pengguna Narkoba.

Penggunaan kata Napza untuk padanan kata Narkoba mengesankan penghalusan kata (eufemisme) sebagai upaya untuk meredam sikap masyarakat terhadap pengguna Narkoba. Ini tidak tepat karena pengguna narkoba sudah menjalani hukuman kurangan sana seperti pencuri, pencopet, perampok, koruptor, dll. Yang diperlukan adalah upaya mendorong masyarakat untuk melihat penyalahguna narkoba sebagai manusia. Perilaku mereka memakai Narkoba dipengaruhi oleh banyak faktor. Tidak ada di antara mereka yang menjadikan menggunakan narkoba sebagai pilihan.

Penggunaan istilah madat untuk pengganti Narkoba juga tidak tepat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) madat adalah candu (yang telah dimasak dan siap untuk diisap). Jadi, anti madat berarti anti (mengisap) candu. Kalau yang dilarang hanya mengisap candu (madat) maka tentu saja yang menggunakan Narkoba (serbuk) dengan suntikan, ditelan dan dihirup tidak termasuk madat. Kata madat tidak menggambarkan penggunaan Narkoba karena madat hanya terkait dengan mengisap candu. Selain candu ada daun (ganja) yang diisap, serbuk (heroin, morfin, putauw, shabu-shabu, dll.) yang dihirup dan disuntikkan, dan pil (ecstasy, Rhohipnol, dll.) yang ditelan, serta yang tidak termasuk Narkoba berupa cairan (lem, bensin, dll.) yang dihirup.

Berita tentang Narkoba juga sering menyuburkan mitos dan stigma. Coba simak judul berita ini: "Narkoba Harus Dilawan dengan Piranti Moral". Ini menggiring masyarakat ke suatu kondisi yang menghujat pemakai Narkoba karena ada kesan pengguna narkoba adalah orang-orang yang tidak bermoral. Tidak ada kaitan langsung antara moral dengan penyalahgunaan Narkoba. Secara medis ada orang yang memerlukan Narkoba untuk mendukung kehidupannya sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun