Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Heteroseksual Bukan Faktor Pemicu Ratusan Kasus HIV/AIDS pada Mahasiswa di Bandung

28 Agustus 2022   07:00 Diperbarui: 28 Agustus 2022   06:59 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Matriks: Orientasi Seksual. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Heteroseksual adalah orientasi seksual yaitu ketertarikan secara seksual dengan lawan jenis, yang pemicu adalah perilaku seksual, heterosekusal dan homoseksual, berisiko

"Faktor utama pemicu penularan HIV/AIDS adalah perilaku Heteroseksual resiko masyarakat sebesar 39% serta penggunaan narkotika dengan jarum suntik sebesar 31% dan penularan ibu ke anak melalui kehamilan dan menyusui." Ini ada dalam berita "Kasus HIV/AIDS di Kota Bandung Tertinggi di Jabar, Ini Penyebabnya" di metrotvnews.com (27/8-2022).

Tidak jelas apakah pernyataan ini merupakan keterangan dari Kepala Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bandung, Sis Silvia Dewi, atau interpretasi wartawan berdasarkan wawancara.

Soalnya, heteroseksual adalah orientasi seksual yaitu tertarik secara seksual dengan lawan jenis. Kalau heteroseksal merupakan perilaku yang memicu penularan HIV/AIDS, seperti disebut dalam berita itu tentu saja rancu.

Matriks: Orientasi Seksual. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Orientasi Seksual. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bisa terjadi bukan karena (jenis) orientasi seksual dan bukan pula karena sifat hubungan seksual (di luar nikah), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual. Salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan suami atau laki-laki tidak memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual (Lihat matrik sifat dan kondisi hubungan seksual).

Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Kalau saja wartawan yang menulis berita ini dan narasumber yang diwawancarai lebih arif, tentulah kalimatnya bukan seperti itu (Faktor utama pemicu penularan HIV/AIDS adalah perilaku Heteroseksual resiko masyarakat), tapi ini: Kasus penularan HIV/AIDS terbanyak pada kalangan heteroseksual.

Kalangan heteroseksual, terutama laki-laki, melakukan hubungan seksual penetrasi (vaginal) dengan perempuan yang berganti-ganti atau perempuan yang sering ganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komerisal (PSK), tanpa memakai kondom sehingga jadi perilaku seksual yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS.

Yang perlu diingat PSK ada dua tipe, yaitu:

(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan. Tapi, sejak reformasi ada gerakan moral menutup semua lokalisasi pelacuran di Indonesia sehingga lokaliasi pelacuran pun sekarang pindah ke media sosial. Transaksi seks pun dilakukan melalui ponsel, sedangkan eksekuasinya dilakukan sembarang waktu dan di sembarang tempat. PSK langsung pun akhirnya 'ganti baju' jadi PSK tidak langsung.

(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, pemandu lagu, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, dan cewek PSK online. Transaksi seks terjadi melalui berbagai cara, antara lain melalui ponsel.

Itu artinya sekarang praktek pelacuran tidak bisa dijangkau karena ada di ranah privat. Di beberapa negara penjangkauan ke lokaliasi pelacuran bisa menurunkan insiden infeksi HIV baru melalui program kewajiban laki-laki memakai kondom setiap melakukan hubungan seksual.

Matriks. Perilaku seksual laki-laki berisiko tertular HIV/AIDS yang tidak terjangkau. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks. Perilaku seksual laki-laki berisiko tertular HIV/AIDS yang tidak terjangkau. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Sedangkan pernyataan yang menyebut risiko penularan HIV/AIDS melalui penggunaan (yang tepat adalah penyalahgunaan-pen) narkotika dengan jarum suntik juga tidak lengkap.

Risiko penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik pada penyalahgunaan Narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) harus ada syaratnya yaitu: pemakaian jarum untuk untuk menyuntikkan Narkoba harus dipakai secara bersama-sama dengan bergiliran. Artinya, kalau ada di antara mereka yang mengidap HIV/AIDS, maka darah yang mengandung HIV masuk ke jarum dan tabung. Penyalahguna berikutnya menyuntikkan jarum ke tubuhnya sehingga darah dalam jarum dan tabung masuk ke tubuh yang menyebabkan penularan HIV.

Kalau menyalahgunkan Narkoba biar pun dengan jarum suntik hanya sendirian, sampai kiamat pun tidak ada risiko penularan melalui jarum suntik yang dipakai.

Disebutkan dalam berita: Komisi Penanggulangan AIDS memberikan sosialisasi di tingkat kecamatan dan kelurahan yang dibantu beberapa pihak termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk mengurangi penularan HIV/AIDS.

Sosialiasi tentang HIV/AIDS sudah dilakukan sejak 40 tahun yang lalu di awal epidemi, tapi hasilnya nol besar karena materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS yang dipakai untuk sosialisasi selalu dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga fakta medis HIV/AIDS hilang. Yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah).

Baca juga: Ratusan Mahasiswa Bandung yang Tertular HIV/AIDS Karena Terperangkap Mitos

Misalnya, menyebut penularan HIV/AIDS karena 'seks bebas.' Sementara itu tidak jelas apa yang dimaksud dengan 'seks bebas.' Pada akhirnya 'seks bebas' mengacu ke hubungan seksual (zina) dengan PSK langsung di lokalisasi pelacuran.

Maka, banyak orang, termasuk ratusan mahasiswa dan suami di Kota Bandung termakan mitos ini. Mereka melakukan hubungan seksual dengan yang bukan PSK langsung tidak di lokaliasi pelacuran, tapi di kamar kos, rumah kontrakan, penginapan, losmen, hotel melati, hotel berbintang dan apartemen.

Kalau kemudian 'seks bebas' dimaksudkan sebagai zina, maka ini juga menyesatkan karena zina adalah sifat hubungan seksual yang tidak ada pengaruhnya terhadap penularan HIV/AIDS. Laki pula kalau betul zina penyebab HIV/AIDS, maka semua orang yang pernah berzina sudah mengidap HIV/AIDS. Faktanya tidak!

Wali Kota Bandung, Yana Mulyana, pun angkat bicara: .... warga yang mengidap HIV/AIDS biasanya cenderung tertutup.

Pernyataan itu tidak akurat karena orang-orang yang terdeteksi HIV-positif melalui tes HIV yang sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yang baku terbuka, terutama kepada staf di pelayanan medis karena terkait dengan pengobatan dan dukungan.

Bahkan, salah satu persyaratan sebelum tes HIV adalah mereka harus berikrar bahwa jika hasil tes positif, maka penularan HIV/AIDS akan mereka hentikan mulai dari mereka. Nah, di sinilah perlu pengobatan antiretroviral (ATR) sehingga mereka terbuka ke fasilitas layanan kesehatan (Fansyankes), seperti rumah sakit umum dareah (RSUD) dan Puskesman.

Odha (Orang dengan HIV/AIDS) tertutup adalah untuk menghindarkan stigma (cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) dari masyarakat, bahkan juga dari sebagian Fansyankes.

Di bagian lain disebutkan: Sebelumnya, tim pencegahan penyakit menular dan tidak menular Dinas Kesehatan Jawa Barat melakukan pemeriksaan secara acak pada Januari hingga Juni 2022.

Ini terkait dengan berita yang menggemparkan tentang ratusan mahasiswa ber-KTP Bandung tertular HIV/AIDS. Melihat pernyataan di atas ada kemungkinan yang dilakukan adalah survailans tes HIV yaitu untuk mendapatkan perbandingan yang positif HIV dan HIV-negatif pada kalangan tertentu dan pada waktu tertentu pula.

Jika ratusan mahasiswa itu terdeteksi HIV/AIDS melalui survailans tes HIV, tentulah angka itu tidak valid karena hasil tes pada survailans tes HIV harus dikonfirmsi dengan tes lain.

Jika benar itu hasil survailans tes HIV, maka yang lebih menghebohkan bukan jumlah mahasiswa yang disebut mengidapHIV/AIDS, tapi sumber datanya. *

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun