Survei KAP (Knowledge, Attitude, Practice), pengetahuan tentang HIV/AIDSm, di Yogyakarta dan Belu, NTT, yang diselenggarakan oleh lembaga CD Bethesda YAKKUM Yogyakarta, disebut-sebut mayoritas dari 482 responden yang diwawancari secara mendalam, memiliki pengetahuan cukup baik mengenai HIV/AIDS. Hasil survei tsb. dipaparkan oleh Hamdan Farchan, peneliti dari CD Bethesda Yogyakarta dalam berita "Setia pada Pasangan Dipercaya Ampuh Cegah Penularan HIV" (voaindonesia.com, 14/12-2020).
Penyebaran HIV/AIDS di Indonesia terus terjadi tanpa terkendali, al. karena praktek transaksi seks tidak dilokalisir sehingga tidak bisa dilakukan intervensi pemakaian kondom. Sekarang lokalisasi pelacuran sudah pindah ke media sosial. Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, 9 November 2020, menunjukkan jumlah kumulatif HIV/AIDS di Indonesia dari tahun 1987 sd 30 September 2020 sebanyak 537.730 yang terdiri atas 409.857 HIV dan 127.873 AIDS.
Apakah hasil survei itu memang mencerminkan pengetahuan yang baik tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS sesuai dengan fakta medis?
Lihat saja hasil survei di Kota Yogyakarta ini: "Rutin tes HIV, tidak narkoba, tahu cara penularan, tidak melakukan seks bebas, tidak berperilaku beresiko, setia pada pasangan. ...." Ini hasil survei terhadap responden di Kota Yogyakarta agar tidak tertular HIV/AIDS.
Sedangkan di Belu, " .... kenapa tidak akan tertular, karena setia pada pasangan, belum memiliki pasangan, dan tidak seks bebas. Rata-rata setia kepada pasangan menjadi jawaban. ...."
Jika berbicara soal HIV/AIDS saya selalu ingat kepada Dr Rosalia Sciortino, ketika itu bekerja di Kantor The Ford Foundation Jakarta, yang mengatakan informasi tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS cukup dibicarakan dalam 10 menit. Tapi, karena HIV/AIDS dikait-kaitkan dengan norma, moral dan agama, apalagi karena kasus awal diidentifikasi pada kalangan laki-laki gay di Amerika Serikat, pembicaraan tentang HIV/AIDS jadi melebar dengan banyak mitos.
Baca juga: Menyoal (Kapan) 'Kasus AIDS Pertama' di Indonesia
Hasil survei di Kota Yogyakarta dan Belu ini jelas informasi HIV/AIDS bias karena tidak lagi berdasarkan fakta medis (bisa diuji di laboratorium dengan teknologi kedokteran).
Seperti pernyataan 'rutin tes HIV'. Astaga, untuk apa tes HIV rutin?
Itu artinya responden pada survei itu melakukan perilaku-perilaku berisiko tinggi tertular HIV/AIDS secara rutin.