[Baca juga: Pertemuan Megawati-Prabowo, Pilpres 2024 (Bisa Jadi) Tanpa Sosok 'The Next Jokowi']
Tapi, Ketua DPP PDI-P, Andreas Hugo Pareira, menilai soal ketokohan Jokowi bukan sebuah hal absolut. Dia memberi contoh pada Pemilu 2019 ada calon anggota legislatif (caleg) yang justru menolak Jokowi sebagai Capres dengan tidak melakukan kampanye untuk memenangkan Jokowi (kompas.com, 3/8-2019). Bertolak dari kenyataan ini Andreas kemudian bertanya: apakah benar figur capres itu akan paling menentukan?
'Nasib' Demokrat pada Pilpres 2014 ketika SBY sebagai petahana yang juga jadi Ketua Umum Partai Demokrat tidak bisa lagi nyapres suara Demokrat anjlok dari 20,58 persen (2009) ke kisaran 10 persen pada Pilpres 2014. Inilah yang disebut Burhanuddin sebagai electoral collapse yang bisa saja dialami oleh PDI-P pada Pilpres 2024 (nasional.tempo.co, 4/8-2019).
Namun, dari dua kali Pilpres yang dimenangkan Jokowi (2014 dan 2019) andil militansi relawan, terutama yang tergabung dalam Bara JP, tidak bisa dikesampingkan. Relawan ini memilih Jokowi bukan karena di-Capres-kan PDI-P, tapi karena mereka sebagai pendukung Jokowi.
Maka, selain melakukan kaderisasi dalam rentang waktu yang singkat jelang 2024 langkah yang paling sulit adalan menemukan sosok Jokowi sebagai 'the next Jokowi' yang punya kedekatan secara emosional dan psikologis sebagai Capres dengan pemilih. Dalam bahasa Burhanuddin jika ini tidak tercapai itu artinya PDI-P gagal cetak hattrick. *