Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bukan "Berita Bohong" tapi "Informasi Bohong atau Palsu"

12 September 2018   20:17 Diperbarui: 13 September 2018   08:16 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustasi (Sumber: steemkr.com)

Kepercayaan orang Australia pada platform media sosial, seperti Facebook dan mesin pencari, runtuh pada tahun 2018. Orang Irlandia dan Swedia pada posisi yang lebih kurang percaya pada bentuk media tsb.

Disebutkan oleh "ABC News", sekarang Facebook menjalankan kampanye hubungan masyarakat terpadu dalam upaya nyata untuk memperbaiki citranya yang babak belur dan mendapatkan kembali kepercayaan dari pengguna. Maka, di Melbourne Facebook memasang billboard dengan pesan: "Berita palsu bukan teman kami." Yang dilanjutkan dengan pesan: "Kami bertekad untuk mengurangi itu."  

Itu artinya Facebook sedang bekerja dengan pemeriksa fakta secara global, meningkatkan teknologi, dan memberikan latar belakang informasi pada artikel dalam sajian berita yang dikirim melalui Facebook.

Dengan kata lain Facebook dan media sosial lain mempunyak pekerjaan yang harus mereka lakukan segera di tengah meningkatnya peringatan umum tentang penyebaran 'berita palsu' dan penyalahgunaan informasi pribadi untuk tujuan politik yang keji (seperti yang dilakukan oleh Cambridge Analytica).

Maka, perlu edukasi kepada masyarakat luat bahwa berita (news) tidak akan pernah bohong selama disiarkan oleh media massa dan media online terdaftar. Di Indonesia terdaftar di Dewan Pers karena sejak reformasi urusan media massa tidak lagi dipegang oleh instansi pemerintah tapi institusi yang dibentuk berdasarkan amanat UU Pers (yang digolongkan sangat liberal). Tidak ada lagi izin khusus untuk menerbitkan media. Yang diperlukan hanya badan hukum, dalam hal ini perseroan terbatas (PT). Wartawan pun tidak lagi wajib jadi anggota organisasi wartawan.

Berita sebagai hasil kerja wartawan di lapangan yang diperiksa (editing) oleh redaktur di kantor redaksi melewati tahapan-tahapan yang terukur. Berita yang sampai ke meja redaksi dicatat oleh sekretaris kemudian diserahkan ke asisten redaksi sesuai dengan rubrik berita yang diterima. Selanjutnya berita diperiksa asisten redaksi yang kemudian diserahkan ke redaktur atau penanggung jawab rubrik. Setelah itu pada media dengan organisasi yang baik masih ada lagi pemeriksaan, misalnya, redaktur pelaksan, dst.

Berita yang dikirim wartawan ke redaksi harus memenuhi unsur-unsur layak berita. Dalam buku Ashadi Siregar, dkk., Bagaimana Menjadi Penulis Media Massa, Paket 4 Jurnalistik. PT Karya Unipers, Jakata, 1982, disebutkan berita harus memenuhi salah satu atau lebih dari enam unsur layak berita yaitu: significance, magnitude, timelyness, proximity, prominence dan human interest. Selanjut dilengkapi pula dengan kelengkapan berita yang dikenal sebagai 5W + 1H serta berita harus berimbang yaitu covering bothside.

Nah, hoax tentu tidak memenuhi unsur-unsur layak berita, kelengkapan berita dan tidak akan pernah berimbang karena tujuannya sebagai fitnah dan ujaran kebencian. Selain itu itu hoax dikirim atau dikirim ulang dengan memakai satu atau dua jari di keypad telepon pintar.

Maka, karena hoax berdampak buruk dan merugikan banyak pihak serta menyulut permusuhan, bahkan dengan bingkai SARA, sudah tepat jeratan hukum pidana bagi pelaku dengan memakai UU ITE. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun