Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

AIDS di Padang Pariaman, Sumbar, Infeksi HIV/AIDS Tidak Terjadi di Alat Kelamin

6 Juni 2018   19:23 Diperbarui: 7 Juni 2018   09:21 961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: steemit.com)

"Penyebaran kasus HIV/AIDS semakin mengkuatirkan di Kabupaten Padang Pariaman. Betapa tidak, dalam rentang waktu Januari hingga April 2018 sudah ditemukan 12 kasus baru HIV/AIDS di Kabupaten Padang Pariaman (Sumatera Barat atau Sumber-pen.)." Ini lead pada berita "Hingga April, Ada 12 Kasus HIV/AIDS di Padang Pariaman" (kabarsumbar.com, 1/6-2018).

Kalau saja wartawan atau redaktur yang menulis lead berita ini memahami epidemi HIV/AIDS sebagai fakta medis mungkin judul dan lead akan lebih dahsyat lagi sehingga bombastis dan sensasional.

Kelamin

Soalnya, dalam epidemi HIV/AIDS dikenal fenomena gunung es yaitu kasus yang terdeteksi, dalam berita ini 12, hanyalah sebagai kecil (digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut) dari kasus yang ada di masyarakat (digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut).

Ada saja yang selalu menyebutkan 1 kasus terdeteksi ada 100 kasus yang tidak terdeteksi. Padahal, 'rumus' ini bukan untuk menghitung jumlah kasus jika satu kasus terdeteksi tapi untuk kepentingan perencanaan penanggulangan, misalnya, penyediaan tenaga, alat tes, obat-obatan, perawatan, dll. Namun, tetap saja masih ada media yang memakai rumus ini secara telanjang.

Yang jadi masalah bukan 12 kasus yang terdeteksi, tapi kasus-kasus yang tidak terdeteksi karena orang-orang tsb. akan jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat tanpa mereka sadari al. melalu hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Tidak mereka sadari karena tidak ada gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan pada orang-orang yang sudah tertular HIV.

Di bagian lain ada pernyataan: "Setelah sampai di kampung, merasakan gejala tertentu di bagian kemaluannya. Kemudian mendatangi Puskesmas atau klinik kesehatan. Di sinilah terungkap bahwa dirinya sudah terkena HIV/AIDS," kata Sekretaris FKS Padang Pariaman, Armaidi Tanjung, yang juga penulis buku "Free Seks No, Nikah Yes" ini.

Infeksi HIV sama sekali tidak terjadi di alat reproduksi manusia, seperti penis atau vagina, tapi terjadi di darah. Sebagai virus HIV yang tergolong retrovirus (virus yang bisa menggandakan diri) mereplikasi diri di dalam darah dengan cara menjadikan sel darah putih sebagai 'pabrik'. Setiap hari HIV bisa menggandalan diri antarai miliaran sampai triliunan copy.

Celakanya, sel-sel darah putih yang dijadikan HIV sebagai 'pabrik' rusak. Dalam tubuh manusia sel darah putih berguna sebagai sistem kekebalan tubuh (kalau dalam negara disebut militer). Jika banyak sel darah putih yang rusak setelah dijadikan HIV sebagai 'pabrik' tubuh pun lemah inilah yang disebut kondisi AIDS. Akibatnya, penyakit mudah masuk yang disebut infeksi oportunistik, seperti diare, TBC, dll. Penyakit-penyakit inilah yang menjadi penyebab kematian pada pengidap HIV/AIDS.

Maka, keselahan besar kalau disebut HIV/AIDS terkait dengan infeksi di alat kelamin. Dan, pernyataan tsb. benar-benar menyesatkan.

Kalau yang dimaksud Armaidi 'Free Seks' (cara penulisan ini salah karena tidak konsistem memakai bahasa Inggris, seharunya Free Sex) adalah melakukan hubungan seksual di luar nikah, apakah ada jaminan orang-orang yang sudah menikah, terutama suami, otomatis tidak akan pernah lagi melalukan free sex?

Disebutkan pula: Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Pariaman Dr Jasneli Mars mengatakan, dari 12 kasus tersebut, sebanyak 8 kasus pelakunya merupakan pria penyuka pria alias homoseksual.

Belakangan ini isu soal HIV/AIDS digeser ke LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender). Padahal, tidak ada risiko penularan HIV melakui seks pada lesbian. Gay tidak punya istri sehingga mereka bukan mata rantai penyebaran HIV ke rumah tangga.

PSK

Yang jadi persoalan besar adalah laki-laki biseksual (tertarik pada perempuan dan laki-laki) karena mereka akan jadi jembatan penyebaran HIV dari komunitas LSL (Lelaki Suka Seks Lelaki) dan waria ke istrinya.

Tidak dijelaskan siapa 'pelakunya merupakan pria penyuka pria alias homoseksual' tsb. Apakah mereka gay, biseksual atau waria?

Dalam pelaporan kasus AIDS yang dikeluarkan oleh Ditjem P2M, Kemenkes RI, hanya dikenal heteroseksual, homoseksual (gay dan waria) serta biseksual.

Ada lagi pernyataan: Dari hasil temuan tim medis, dua orang diantaranya terkena setelah merantau ke luar propinsi Sumatera Barat.

Pertanyaannya adalah: Apakah dua orang itu menjalani tes HIV sebelum ke luar dari Sumbar?

Dengan menyebutkan di luar Sumbar merupakan salah satu bentuk penyangkalan. Kecuali memang ketika ke luar dari Sumbar mereka sebagai pengidap HIV/AIDS. Penyangkalan adalah salah satu faktor utama yang mendorong penyebaran HIV/AIDS karena mengabaikan potensi penularan di Sumbar.

Dikatakan lagi oleh Armaidi, penyakit kelamin dan HIV/AIDS ini bukan lagi penyakit yang hanya ada di kota-kota besar saja. Tingginya mobilitas orang ke berbagai kota dan daerah lainnya di dunia ini, termasuk masuknya orang luar ke daerah ini, salah satu penyebab akan terus meningkatkan kasus HIV/AIDS di masa mendatang.

Tidak ada kaitan langsung antara mobilitas seseorang dengan penularan HIV karena penularan HIV hanya terjadi melalui cara-cara yang khas yang harus dilakukan, seperti hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah yang dilakukan oleh seseorang laki-laki dengan perempuan yang berganti-ganti atau hubungan seksual tanpa kondom yang dilakukan seorang laki-laki dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK). Perlu diketahui ada dua tipe PSK, yaitu:

Ada juga pernyataan 'perilaku seks menyimpang'. Ini adalah bahasa moral yang tidak membumi. Yang dikenal adalah orientasi seksual yaitu heteroseksual, homoseksual, dan biseksual. Lagi pula tidak ada kaitan langsung antara orientasi seksual dengan penularan HIV. Penularan HIV melalui hubungan seksual terjadi karena kondisi hubungan seksual (salah satu atau dua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak pakai kondom), bukan karena sifat hubungan seksual (seks menyimpang, zina, selingkuh, free sex, dll.).

PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.

PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, dll.

Selama informasi yang disampaikan media berdasarkan keterangan narasumber yang tidak di-cross check akan menyesatkan masyarakat karena tidak mendapatkan informasi yang akurat tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV yang akurat. Pada akhirnya informasi yang menyesatkan itu membawa mereka ke tepi jurang yang berakhir dengan tertular HIV. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun