Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kekerasan Seksual terhadap Perempuan Minus "Marital Rape"

12 April 2018   11:07 Diperbarui: 12 April 2018   12:22 1021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: rebelcircus.com)

*Dalam perkawinan juga terjadi pemaksaan hubungan seksual, seks oral dan seks anal serta penularan penyakit  

Pernyataan Koordinator Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3), Ratna Batara Munti, seperti ditulis Harian “KOMPAS” (12/4-2018) dalam berita ”RUU PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL. DPR Diminta Tetap Pertahankan Sembilan Jenis Kekerasan Seksual“, ternyata tidak mencakup beberapa jenis kekerasan seksual terhadap perempuan.

Disebutkan oleh Ratna agar sembilan jenis kekerasan seksual tetap masuk dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, di sisi lain justru mengabaikan fenomena kekerasan seksual terhadap perempuan yang terkait dengan marital rape (perkosaan dalam ikatan pernikahan yang sah), seperti pemaksaan hubungan seksual, seks oral dan seks anal oleh suami. Bahkan, ada suami yang memaksa istri melakoni posisi seks "69” yaitu penis ke mulut (fellatio) dan mulut ke vagina (cunnilingus) secara bersama-sama.

Dalam berita itu disebutkan sembilan kekerasan seksual tsb. adalah:  pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, pemerkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.

Ketika bekerja di sebuah media cetak di Medan, Sumut, penulis mengikuti kasus perceraian di salah satu Pengadilan Agama (PA). Istri menggugat perceraian karena tidak tahan menghadapi perilaku (seksual) suaminya: "Cobalah, Pak Hakim bayangkan. Lagi berlabuh dipaksa berlayar," kata perempuan itu seperti ditirukan sumber penulis di PA tsb.

Apa gerangan yang terjadi?

Rupanya, suaminya tetap memaksa hubungan seksual biar pun istrinya sedang menstruasi. Memang, tidak ada hukum secara eksplisit yang melarang hubungan seksual suami-istri ketika istri menstruasi. Tapi, si istri mungkin tidak nyaman.

Ketika suami tetap memaksa hubungan seksual tentulah hal itu sudah merupakan pemaksaan hubungan seksual. Memang, dalam perkawinan. Tapi, apakah semua hal dibenarkan dalam ikatan perkawinan?

Selain kekerasan terkait dengan seksual, perlu juga dipikirkan sanksi bagi suami atau istri yang menularkan penyakit melalui hubungan seksual kepada pasangannya.

Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual di dalam perkawinan yaitu IMS (infeksi menular seksual, kencing nanah/GO, raja singa/sifilis, virus hepatitis B, virus kanker serviks, dll.) dan HIV/AIDS.

Risiko istri tertular IMS atau HIV/AIDS atau kedua-duanya sekaligus bukan lagi perkiraan karena survei Kemenkes RI pada akhir tahun 2012, misalnya, dari 6,7 juta laki-laki yang jadi pelanggan pekerja seks komersial (PSK) di berbagai daerah di Indonesia ada 4,9 juta yang beristri (antarabali.com, 9/4-2013).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun